Live Streaming TV

Sabtu, 03 November 2012

Mengenal Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP) dan Good Manufacturing Practices (GMP)

Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP)

HACCP
Sistem Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP) didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya bahaya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP adalah suatu piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pada pengujian produk akhir (SNI, 1998). Jaminan keamanan pangan dikaji dalam kajian awal penerapan HACCP. Sistem HACCP telah diakui oleh dunia international sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Seluruh kegiatan HACCP dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang timbul berdasarkan kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atau tahapan produksi. Winarno dan Surono (2004) menyatakan, agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan program pre-requisite, yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri.

Sistem HACCP harus dibangun atas landasan yang kokoh untuk melaksanakan dan tertibnya Good Manufacturing Practices (GMP) dan penerapan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP). GMP dan SSOP merupakan pre-requisite program dalam sistem keamanan pangan berdasarkan HACCP. Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan hasil adopsi dari SNI 01-4852-1998 dan telah disesuaikan dengan Codex terdiri atas tujuh tahapan:

1. Analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya
Kegiatan yang dilakukan yaitu mendata semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap, mulai dari penerimaan bahan baku, selama proses, hingga didistribusi ke tangan konsumen. Menganalisis bahaya untuk mengidentifikasikan jenis bahaya yang memerlukan penghilangan atau pengurangan, setelah itu tim menetapkan jenis tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya.

2. Penetapan titik kendali kritis (CCP)
Pada proses pengolahan suatu produk pangan, produk tersebut mengalami banyak perlakuan hingga terkirim ke konsumen. Pada beberapa perlakuan tersebut terdapat titik-titik yang sering disebut sebagai Critical Control Point (Titik Kendali Kritis). Penentuan titik kritis tersebut menggunakan pohon pengambilan keputusan (decision tree) yang menyatakan pendekatan dan pemikiran yang logis.

3. Penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan
Batas kritis merupakan satu atau lebih toleransi menjamin bahwa CCP secara efektif telah mengendalikan bahaya (kimia, fisik, mikrobiologi).

4. Dokumentasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP
Kegiatan ini bertujuan untuk membantu mengendalikan proses, menentukan bila terjadi hilang kendali dan penyimpangan CCP serta menyediakan dokumentasi tertulis yang dapat digunakan untuk klarifikasi lima aspek penting dalam menetapkan prosedur pemantauan titik kendali kritis (CCP).

5. Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan selama pemantauan CCP. Kegiatan ini dilakukan jika ketika monitoring ditemukan adanya penyimpangan. Tindakan koreksi didasarkan pada data hasil monitoring, disesuaikan dengan karakteristik proses yang ada.

6. Penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil; dan

7. Penetapan dokumentasi mengenai seluruh prosedur catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya.


Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP) adalah persyaratan minimum sanitasi dan pengolahannya yang diperlukan untuk memastikan diproduksinya pangan yang aman dan sehat. GMP juga menjadi salah satu pre-requisite program atau program persyaratan dasar dalam penerapan sistem HACCP, yang menjamin praktek pencegahan terhadap kontaminasi yang menyebabkan produk menjadi tidak aman. Di Indonesia GMP bukanlah sistem mutu yang baru dikenal, karena Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1978 telah memperkenalkan GMP melalui Surat Keputusan Menteri RI No. 23/MenKes/SK/1978 tanggal 24 Januari 1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.

Ruang produksi adalah salah satu yang harus diperhatikan pada GMP
Pedoman penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) seperti yang dikeluarkan badan POM RI pada tahun 1996, yang berisi bahwa industri pangan harus memperhatikan syarat-syarat berproduksi yang baik seperti dalam hal produksi primer dan pengadaan bahan baku, desain dan fasilitas pabrik, proses pengolahan, bahan pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higien dan kesehatan karyawan, pemeliharaan dan program sanitasi, penyimpanan, laboratorium dan pemeriksaan, manajemen dan pengawasan, dokumentasi dan transportasi, penarikan produk, serta pelatihan dan pembinaan. GMP mencakup seluruh prinsip dasar dan persyaratan-persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam memproduksi suatu pangan. Pedoman GMP menurut Peraturan Pemerintah RI No. 23/MEN. Kes/1978 sebagai berikut:

1. Higiene dan Kesehatan Karyawan
Higien dan kesehatan karyawan yang baik dapat memberikan jaminan bahwa pekerja yang mengalami kontak secara langsung maupun tidak langsung dengan makanan tidak akan mencemari produk yang diolah. Karyawan yang bekerja dalam proses produksi harus dalam keadaan sehat serta diperiksa dan diamati kesehatan secara berkala.

2. Pelatihan dan Pembinaan
Program pelatihan dan pembinaan yang diberikan meliputi pelatihan dasar tentang higien pribadi dan makanan, prinsip dasar faktor-faktor penyebab penurunan mutu, pelatihan cara produksi pangan yang baik, teknik penggunaan bahan kimia berbahaya bagi petugas pembersih, serta prinsip dasar pembersihan dan sanitasi perusahaan dan fasilitas.

3. Lokasi dan Lingkungan Pabrik
Pabrik makanan berada di lokasi yang bebas dari pencemaran dan jauh dari daerah yang membahayakan kesehatan, memiliki kemudahan akses jalan dan prasarana jalan yang memadai. Lingkungan pabrik harus bersih dan tidak menimbulkan cemaran pada makanan yang diproduksi.

4. Bangunan dan Ruangan
Bangunan dan ruangan dibuat berdasarkan perancangan yang memenuhi persyaratan teknis dan higien sesuai dengan jenis makan yang diproduksi serta urutan proses produksi pangan sehingga mudah dibersihkan. Bahan baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan disanitasi serta tidak bersifat toksik.

5. Pemeliharan dan Program Sanitasi
Pabrik, fasilitas dan peralatan selalu dijaga dalam keadaan terawat dengan baik. Peralatan yang berhubungan langsung dengan makanan dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi secara teratur, sedangkan peralatan yang tidak berhubungan dengan makanan harus selalu dalam keadaan bersih.

6. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
Bangunan pabrik dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higien. Fasilitas sanitasi yang perlu ada antara lain sarana penyediaan air, sarana pembuangan air dan limbah, sarana pembersihan dan pencucian, sarana toilet dan sarana higien karyawan.

7. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus sesuai dengan proses produksi, terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan, permukaan yang kontak dengan makanan halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat, tidak mencemari, mudah dibersihkan, didesinfeksi, serta dipelihara.

8. Bahan
Bahan baku yang digunakan harus memiliki mutu yang baik untuk menjamin produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan dan diizinkan oleh perundangan. Penggunaan dari gudang penyimpanan harus mengikuti sistem First In First Out (FIFO).

9. Proses Pengolahan
Pengawasan proses pengolahan dilakukan dengan cara menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan mengenai bahan yang digunakan, komposisi, pengolahan, ditribusi penyimpanan, dan penggunaan oleh konsumen. Tiap jenis makan yang diproduksi harus ada petunjuk mengenai jenis dan jumlah bahan, tahap proses pengolahan yang terperinci, dan faktor yang penting (suhu, waktu, kelembapan, tekanan dan lain-lain).

10. Bahan Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh beracun, serta tidak menimbulkan reaksi terhadap produk didalamnya. Bahan harus tahan terhadap perlakuan dan jenis produk, pengangkutan dan peredaran.

11. Mutu Produk Akhir
Produk akhir yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan diantaranya mutu mikribiologi, kimia dan fisik, serta tidak boleh membahayakan konsumen.

12. Keterangan Produk
Keterangan produk dapat berupa label dan lot atau batch produksi yang mencantumkan informasi mengenai isi produk sehingga konsumen dapat menangani, menyimpan, mengkonsumsi, atau mengolah produk dengan cara yang benar.

13. Transportasi
Transportasi produk makanan harus menjaga makanan agar terhindar dari sumber pencemaran, kerusakan, mencegah pertumbuhan patogen, perusak dan penghasil racun. Wadah dan alat transportasi didesain agar tidak mencemari makanan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, melindungi dari kontaminasi, serta mempertahankan dan mempermudah pengecekan.

14. Dokumentasi dan Pencatatan
Dokumen yang diperlukan mencakup tahapan proses pengolahan, jumlah dan tanggal produksi, serta distribusi yang meliputi tujuan, jumlah dan lain-lain.

15. Penarikan Produk
Tindakan yang diperlukan dalam penarikan produk diantaranya yaitu menyiapkan prosedur penarikan produk, semua produk dengan kondisi sama harus ditarik dari pasaran, memberikan peringatan pada masyarakat dan melakukan pengawasan.

16. Laboratorium dan Pemeriksaan
Setiap pemeriksaan harus disediakan pedoman pemeriksaan, tanggal produksi, jumlah contoh yang diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan, nama pemeriksa, dan hal lain yang dianggap perlu.

17. Manajemen dan Pengawasan
Beberapa persyaratan yang diperlukan yaitu pimpinan dan pengawas harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang prinsip dan praktek pengolahan makanan yang higienis. Industri makanan harus mempunyai catatan atau dokumentasi yang lengkap tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pengolahan termasuk tanggal dan jumlah produksi, distribusi dan penarikan produk karena sudah kadaluarsa.

Sumber:
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. SK Menkes Nomor 23/Men-kes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. BPOM, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Winarno, F. G. dan Surono. 2004. GMP. Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M- Brio, Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar