Live Streaming TV

Minggu, 04 November 2012

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Definisi UMKM
Contoh UMKM
Terdapat beberapa lembaga atau instansi yang memberikan definisi mengenai usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut:
‘Pasal 6
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar rupiah).

(3) Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)’.

Sementara itu, Rahmana (2009) mengungkapkan batasan pengertian UMKM yang ditetapkan oleh BPS berdasarkan jumlah tenaga kerja, untuk usaha kecil berjumlah lima sampai dengan sembilan belas orang, sementara usaha menengah berkisar antara dua puluh sampai dengan sembilan puluh sembilan tenaga kerja. Batasan pengertian UMKM diatas sesuai dengan defiinisi UMKM yang diberlakukan bagi Asian Development Bank (ADB) yang dikutip oleh Eva (2007).

Karakteristik UMKM
UMKM memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan jenis usaha besar, termasuk karakteristik yang membedakan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sendiri. Berdasarkan data BPS (2006) yang dikutip oleh Tambunan (2009) dalam buku UMKM di Indonesia, diketahui bahwa dari segi tenaga kerja, lebih dari sepertiga (sekitar 34,5 persen) UMKM dikelola oleh tenaga kerja berusia di atas 45 tahun, dan hanya sekitar 5,2 persen pengusaha UMKM yang berumur di bawah 25 tahun.
Tambunan (2000) seperti dikutip oleh Sulistyastuti (2004) mengungkapkan bahwa tenaga kerja yang diperlukan oleh industri kecil tidak menuntut pendidikan formal yang tinggi. Sebagian besar tenaga kerja yang diperlukan oleh industri ini didasarkan atas pengalaman (learning by doing) yang terkait dengan faktor historis (path dependence). Tulisan lanjutan Tambunan (2009) mengenai UMKM mengungkapkan bahwa struktur pengusaha menurut tingkat pendidikan formal memberi kesan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan rata-rata pengusaha dengan skala usaha. Artinya, semakin besar skala usaha, yang umumnya berasosiasi positif dengan tingkat kompleksitas usaha yang memerlukan keterampilan tinggi dan wawasan bisnis yang lebih luas, semakin banyak pengusaha dengan pendidikan formal tersier.
Mengacu pada data BPS (2006) yang dikutip Tambunan (2009) diketahui bahwa sebagian besar pengusaha UMKM mengungkapkan alasan kegiatan usaha yang mereka lakukan adalah latar belakang ekonomi. Artinya usaha ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh perbaikan penghasilan dan atau merupakan startegi untuk bertahan hidup. Hal ini didukung dengan kondisi tingkat pendidikan pengusaha yang mayoritas tergolong rendah. Usaha ini dilakukan dengan alasan tidak ada lagi jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan dengan tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah. Beberapa pengusaha juga menjalankan usaha dengan mempertimbangkan prospek usaha ke depan, seperti adanya peluang dan pangsa pasar yang aman dan besar. Namun, sebagian lainnya mengungkapkan latar belakang keturunan, artinya meneruskan usaha warisan keluarga.
Data BPS (2006) yang dikutip oleh Tambunan (2009) juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak UMKM, namun tidak seluruh UMKM ini berbadan hukum. Justru sebagian besar UMKM yang ada, yakni sekitar 95,1 persen dari jumlah unit usaha tidak berbadan hukum. Hal ini dapat diterima dengan alasan kebanyakan UMKM memiliki modal yang sangat minim dan terbentur berbagai birokrasi dan persyaratan yang rumit dan kompleks untuk mendapatkan pelayanan dalam pengembangan usahanya.
Menurut Sulistyastuti (2004), yang juga menjadi karakteristik UMKM adalah pemakaian bahan baku lokal. Keberadaan UMKM seringkali terkait dengan tingginya intensitas pemakaian bahan baku lokal, misalnya UMKM kerajinan meubel ukiran khas Jepara, batik asal Pekalongan dan berbagai komoditas lokal unggulan lain yang dijadikan bahan baku dalam usaha.

Modal Kerja UMKM
Clapham (1991) menyebutkan bahwa hampir tanpa kecuali, pengusaha kecil dan menengah mengatakan bahwa masalah yang paling besar yang mereka hadapi adalah masalah keuangan. Mereka mengeluh tentang kekurangan modal tetap dan modal kerja. Bidang lain yang juga banyak menimbulkan kesulitan adalah kredit bagi konsumen. Dalam berbagai hal, demi kemajuan dan pengembangan UMKM, pemerintah maupun berbagai lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan non bank telah berupaya dalam memberikan pelayanan, terutama dalam hal pinjaman modal usaha. Namun kenyataannya, untuk mengakses pelayanan ini, UMKM dibebani berbagai persyaratan dan jalur birokrasi yang panjang dan rumit. Akibatnya, pemberian layanan pinjaman modal dan kredit pun menjadi tidak dapat diakses UMKM secara optimal. Pada intinya perbaikan sistem perkreditan perlu ditempuh melalui pengadaan pelayanan pendampingan yang profesional serta pemberian kredit yang terintegrasi dengan intervensi lain untuk mengatasi faktor-faktor penghambat pengembangan usaha kecil itu sendiri.

Salah satu sumber modal UMKM yakni Koperasi
 Akses Pasar dan Informasi
Ketidakpercayaan terhadap kemampuan UMKM dalam menghadapi era globalisasi berorientasi pada mekanisme pasar bebas memang cukup beralasan, karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam kelompok tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa sejak era penjajahan, UMKM sudah dihadapkan dan ditempa dengan berbagai masalah termasuk dari aspek pemasaran, tetapi UMKM tetap eksis dalam mendukung pertekonomian nasional. Ketidakmampuan UMKM untuk menghadapi pasar global mungkin timbul karena lemahnya akses terhadap informasi (Syarif, 2008).
Clapham (1991) menyatakan bahwa terdapat kekurangan penyalur informasi yang mampu bagi perusahaan kecil dan menengah. Perusahaan-perusahaan menemui kesulitan untuk memperoleh peluang masuk ke pasar pemerintah karena mereka kurang mengetahui seluk-beluk peraturan pemerintah yang berkaitan atau persyaratan pemerintah.
Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses informasi diduga terkait langsung dengan kondisi faktor internal UMKM yang dibayangi oleh berbagai keterbatasan untuk mampu memberikan informasi kepada konsumen. Akibatnya produk UMKM yang sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dunia internasional, belum banyak diketahui konsumen. Salah satu masalah besar yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM adalah rendahnya akses UMKM terhadap pasar (Syarif, 2008).

Mediasi sebagai salah satu cara merangkul UMKM
 Kondisi Pemasaran UMKM
Tingkat keterbukaan di pasar konsumen rendah karena perusahaan tidak memiliki peluang yang cukup pada masyarakat umum dan sejauh ini hanya beberapa pameran dagang khusus, pameran tetap atau kampanye penjualan saja yang pernah diadakan. Konsumen dalam negeri, terutama di daerah kota, sering kurang mengetahui produk-produk yang dihasilkan perusahaan kecil dan menengah dalam negeri atau sangat tidak percaya dan penuh prasangka terhadap produk-produk ini bila diukur menurut standar mutu internasional (Clapham, 1991).
Menurut Sadoko (1995), akses pemasaran merupakan akses terpenting. Dalam membantu usaha kecil, akses ini dibuka melalui pengembangan pola subkontrak, mekanisme pusat pasar informasi, promosi pasaran atau konsumsi melalui anggaran pemerintah. Promosi dan pusat informasi akan sangat berguna bila didukung oleh kemampuan profesional membaca peluang pasar bagi usaha kecil tersebut dan pelayanan tersebut disediakan bagi siapa saja.
Pola subkontrak seringkali dilakukan UMKM, namun pola ini cenderung menjadikan industri “bapak” memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan dengan usaha “anak”. Dalam prakteknya, ketika industri “bapak” melakukan order, maka usaha “anak”, dalam hal ini UMKM akan berkompetisi untuk mendapatkan pesanan tersebut. Kondisi ini membuat industri “bapak” mampu menekan harga produksi UMKM. Strategi penekanan ongkos produksi seperti ini dilakukan untuk mempertahankan jalur pemasaran yang ada. Sepakat dengan hal ini, Amidi (2008) juga menyebutkan bahwa masalah pemasaran yang dihadapi UMKM adalah lemahnya barganing power pengusaha kecil dalam menghadapi perusahaan besar.
Menurut Clapham (1991), selama perusahaan menjual barangnya melalui pengecer, mereka tidak perlu mengembangkan kegiatan pemasaran sendiri. Namun, perusahaan yang menjual sendiri barang-barang yang dihasilkannya (seperti mebel, sepatu, tekstil) perlu memberikan perhatian pada bidang pemasaran. Umumnya pelaku usaha tidak memiliki kepandaian khusus dalam soal-soal ini dan tidak tahu kemana ia dapat mencari informasi yang dapat dipercaya mengenai perkembangan pasar, iklan, atau saluran pemasaran yang lebih baik.
Masalah pemasaran merupakan salah satu penyebab penting mengapa pengusaha tidak mampu membuat rencana jangka menengah dan jangka panjang. Dapat diperkirakan bahwa masalah-masalah pemasaran bagi pengusaha kecil dan menengah akan makin meningkat. Secara keseluruhan, masalah-masalah pemasaran mengakibatkan bahwa perusahaan kecil dan mengengah sulit memainkan peranannya dalam pembangunan sebagai pelengkap sektor industri dan pemasok barang bagi konsumen. Karena itu, program-program promosi dalam masa yang akan datang harus lebih banyak memberikan perhatian pada soal pemasaran daripada dalam masa yang sudah-sudah (Clapham, 1991).

Sumber:
Anonim, 2010. Undang-Undang No.20 Tahun 2008. (http://www.smecda.com/Files/infosmecda/uu_permen/UU_2008_20_TENTANG_USAHA_MIKRO_KECIL_DAN_MENENGAH.pdf) diunduh tanggal 30 April 2012.

Clapham, Ronald, 1991. Pengusaha Kecil dan Menengah di Asia Tenggara. Penerjemah Masri Maris. Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.

Eva, Agustine, 2007. Persepsi Penggunaan Aplikasi Internet untuk Pemasaran Produk Usaha Kecil Menengah. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007, ISSN: 1907-5022. http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1719/1500 diunduh tanggal 2 Mei 2012.

Rahmana, Arief, 2009. Peranan Teknologi Informasi dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009, ISSN: 1907-5022. http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1033/989 diunduh tanggal 2 Mei 2012.

Sadoko, et al., 1995. Pengembangan Usaha Kecil: Pemihakan Setengah Hati. Yayasan Akatiga. Bandung.

Sulistyastuti, Dyah Ratih, 2004. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999-2001. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 9, Nomor 2 Desember 2004, Halaman 143-164. http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/617/543 diunduh tanggal 30 April 2012.

Syarif, Teuku, 2008. Kajian Efektivitas Model Promosi Pemasaran Produk UMKM. http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_3_2008/01_T.Syarif.pdf. diunduh tanggal 30 April 2012.

Tambunan, Tulus T.H., 2009. UMKM di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

4 komentar:

  1. Asallamu'alaikum wr. wb
    saya mahasiswa hukum yang mengambil program kekhususan hukum bisnis pak, saya mohon minta izin untuk mencopas pak untuk tujuan pembelajaran dalam bidang UMKM pak.
    Terimkasih
    Wassallamu'alaikum. wr. wb

    BalasHapus
  2. Era sperti ini memang harus mengasah jiwa entrepreneur agar dapat bertahan di negri sendiri. Yg keselulitan modal ya bisa mengandalkan pinjaman kredit usaha rakyat yg bunganya cukup memihak bagi umkm

    BalasHapus
  3. Terimakasih, artikelnya sangat membantu

    BalasHapus
  4. Inilah solusi terbaik untuk kebebasan finansial, jadikan tahun Anda sukses dengan mengunjungi layanan pinjaman christian morgan di mana Anda bisa mendapatkan pinjaman untuk memulai bisnis impian Anda tanpa stres dan mendapatkan pinjaman Anda disetujui dalam satu minggu .. Apakah Anda mencari pinjaman? Atau pernahkah Anda ditolak pinjaman oleh bank atau lembaga keuangan untuk satu atau lebih alasan? Anda memiliki tempat yang tepat untuk solusi pinjaman Anda di sini! Kami memberikan pinjaman kepada perusahaan dan individu dengan tingkat bunga rendah dan terjangkau sebesar 2%. Silahkan hubungi kami melalui e-mail hari ini melalui christianmorganloanservices@gmail.com

    DATA PEMOHON:

    1) Nama Lengkap:
    2) Negara:
    3) Alamat:
    4) Negara:
    5) Jenis Kelamin:
    6) Status Perkawinan:
    7) Pekerjaan:
    8) Nomor Telepon:
    9) Posisi di tempat kerja:
    10) Pendapatan bulanan:
    11) Jumlah Pinjaman yang Dibutuhkan:
    12) Durasi Pinjaman:
    13) Pinjaman Bunga:
    14) Agama:
    15) Sudahkah anda melamar dulu;
    16) tanggal lahir;

    Terima kasih,
    Nyonya Christian

    BalasHapus