Live Streaming TV

Selasa, 31 Januari 2012

Pengendalian dan Penanganan Buah Pisang (Musa spp) Terkait Sanitasi dan Higienitas Pengelolaan dan Budidaya

Pendahuluan
Buah pisang
Pasar adalah salah satu tempat dimana orang beraktivitas setiap harinya dan berperan sangat penting dalam pemenuhan terutama pasar tradisional bagi golongan masyarakat menengah ke bawah. Pada saat yang sama, pasar juga dapat menjadi jalur utama untuk penyebaran penyakit seperti kasus kolera di Amerika Latin, SARS dan Avian influenza di Asia. Di Indonesia terdapat sekitar 13.450 pasar tradisional dengan 12.625 juta pedagang beraktivitas di dalamnya (Ditjen. Perdagangan Dalam Negeri – Departemen Perdagangan, 2007).

Selain pasar Tradisional dikenal juga pasar modern yang biasa disebut dengan supermarket. Diantara kedua pasar tersebut, mulai timbul kecenderungan masyarakat yang lebih menyukai pasar modern yang menjual pangan dengan pelayanan yang lebih baik, lebih bersih, aman, dan nyaman. Pengelolaan pasar tradisional di daerah bervariasi tergantung pemerintah daerah setempat. Untuk itu, pemerintah saat ini sedang menyusun peraturan presiden tentang Pasar Tradisional agar tertata dengan professional, khususnya oleh pemerintah daerah dalam menghadapi persaingan dengan supermarket atau hypermarket lainnya.
Pasar menjual berbagai macam produk, antara lain buah pisang. Pisang adalah tanaman buah sumber vitamin, mineral dan karbohidrat. Di Indonesia pisang yang ditanam baik dalam skala rumah tangga ataupun kebun pemeliharaannya kurang intensif. Sehingga, produksi pisang Indonesia rendah, dan tidak mampu bersaing di pasar internasional. Jenis pisang dibagi menjadi tiga: (a) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas. (b) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typicaatau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok. (c) Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk. (d) Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput tidak/kurang tersedia. Secara radisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun.

Permasalahan
Penyebab utama yang menyebabkan timbul masalah yaitu kurang optimalnya para petani saat budidaya pisang. Hal ini megarah kepada pengendalian dan penanganan pisang baik prapanen, panen, maupun pasca panen yang masih sangat kurang. Pengendalian dan penanganan ini meliputi bagaimana sanitasi dan higienitas dalam budidaya pisang serta upaya maksimal yang seharusnya dilakukan agar dapat di produksi komoditi pisang dengan kondisi dan mutu yang baik dan sesuai dengan SNI. Tanaman pisang mudah tumbuh di berbagai tempat, penanaman yang dilakukan oleh petani belum teratur dan sering dicampur dengan tanaman lainnya. Selain itu pemeliharaan tanaman pisang belum dilakukan secara intensif, sehingga produksi dan mutu buah yang dihasilkan masih rendah. Karena pengendalian kurang optimal, pada pisang dapat timbul berbagai serangan penyakit dan serangan hama maupun gulma, terdapat juga serangan dari hewan-hewan perusak yang menyebabkan kerusakan pada komoditi pisang.

Beberapa permasalahan dalam budidaya pisang, diantaranya:
1.     Pisang sangat rentan terhadap hama dan penyakit
2.   Sentra produksi pisang yang bersifat terpencar (spot) dengan skala usaha yang tidak ekonomis menyebabkan perdagangan pisang kurang berkembang dengan baik. Beberapa sentra pisang di Indonesia adalah Kaltim kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) yang sekarang menjadi kebun pisang, Jawa dan Sulawesi.
3.     Tingkat produksi dan produktivitas masih rendah. Hal ini antara lain dikarenakan: (a) Petani pada umumnya belum menerapkan praktek budidaya yang baik (GAP). (b) Sarana pengairan umumnya belum tersedia. (c) Serangan penyakit layu masih relatif tinggi.
4.    Mutu produk yang dihasilkan pada umumnya sebagian besar masih kurang baik, hal ini dikarenakan: (a) Petani pada umumnya belum menerapkan pemeliharaan buah dan teknologi pasca panen yang baik dan benar (pembrongsongan buah, cara pemetikan yang benar, sortasi dan pencucian). (b) Keterbatasan modal petani sehingga memanen buah belum mencapai tingkat kematangan optimal. (c) Kelompok tani yang ada belum berfungsi dengan baik dalam mengelola kawasan kebun. 
5.    Dalam pemasaran, petani sangat sulit mendapatkan informasi pasar, baik jenis, jumlah dan waktunya, sehingga pada saat panen raya, harga pisang ditingkat petani jatuh. 
6.  Teknologi pengolahan belum tersosialisasikan sepenuhnya di lapangan serta keterbatasan sarana pengolahan.

Pengendalian dan penanganan kurang maksimal yang dimaksudkan yaitu:
1.     Petani pada umumnya belum menerapkan pemeliharaan buah dan teknologi pasca panen yang baik dan benar (pembrongsongan buah, cara pemetikan yang benar, sortasi dan pencucian). Buah pisang dipanen bersama-sama dengan tandannya. Panjang tandan yang diambil adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas. Gunakan pisau yang tajam dan bersih waktu memotong tandan. Tandan pisang disimpan dalam posisi terbalik supaya getah dari bekas potongan menetes ke bawah tanpa mengotori buah. Dengan posisi ini buah pisang terhindar dari luka yang dapat diakibatkan oleh pergesekan buah dengan tanah. Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi batangnya dihilangkan sama sekali. Jika tersedia tenaga kerja, batang pisang bisa saja dipotong sampai setinggi 1 m dari permukaan tanah. Penyisaan batang dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tunas.
2.  Keterbatasan modal petani sehingga memanen buah belum mencapai tingkat kematangan optimal. Penentuan umur panen harus didasarkan pada jumlah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah ke daerah penjualan sehingga buah tidak terlalu matang saat sampai di tangan konsumen. Sedikitnya buah pisang masih tahan disimpan 10 hari setelah diterima konsumen.
3.     Teknologi pengolahan belum tersosialisasikan sepenuhnya di lapang serta keterbatasan sarana pengolahan.

Upaya dan usaha yang dapat diterapkan
Umumnya pisang maupun buah-buah tropika lainnya dipasarkan dalam proses penanganan pascapanen yang berlangsung dalam suasana suhu ruang bahkan di lapang terbuka. Cara pemasaran dan penanganan ini akan berpengaruh terhadap kecepatan kemunduran kualitas buah, akibatnya ketersediaan di pasaran terganggu. Kerusakan yang terjadi pada buah yang telah dipanen, disebabkan karena organ panenan tersebut masih melakukan proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam buah. Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah sudah terpisah dari pohonnya, sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah. Sedangkan tingkat kerusakan buah dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan ke luar buah. Perlambatan proses tersebut tentunya secara teoritis dapat pula dilakukan sehingga dapat memperlambat laju perusakan. Penanganan buah agar supaya memiliki kualitas baik diperlukan perlindungan terhadap buah segar sejak budidaya atau di lapang produksi dan kemudian diteruskan hingga buah siap dikonsumsi.
Deteriorasi atau perusakan buah dapat terjadi karena perlakuan pemangkasan penjarangan buah, pemupukan, pengendalian hama-penyakit dan lain sebagainya. Proses perusakan buah juga dapat terjadi akibat sanitasi yang kurang baik dalam penanganan buah pisang tersebut. Untuk menghindari penuruanan kualitas buah pisang yang akan dipasarkan perlu memperhatikan beberapa tindakan untuk menghindari deteriorasi tersebut.

1.     Sanitasi Bibit Sebelum Ditanam
Untuk menghindari penyebaran hama/ penyakit, sebelum ditanam bibit diberi perlakuan sebagai berikut:
a)     Setelah dipotong, bersihkan tanah yang menempel di akar.
b)    Simpan bibit di tempat teduh 1-2 hari sebelum tanam agar luka pada umbi mengering. Buang daun-daun yang lebar.
c)  Rendam umbi bibit sebatas leher batang di dalam insektisida 0,5–1% selama10 menit. Lalu bibit dikeringanginkan.
d)    Jika tidak ada insektisida, rendam umbi bibit di air mengalir selama 48 jam.
e)     Jika di areal tanam sudah ada hama nematoda, rendam umbi bibit di dalam air panas beberapa menit.

2.     Penanganan Pasca Panen
Buah setelah panen dikumpulkan di tempat yang teduh terlindung dari panas. Umumnya para pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping rumahnya untuk menampung buah pisang. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah pisang, karena penampilan buah menjadi kotor. Petani melakukan panen pisang dengan memotong tandan dan kemudian diletakkan di tempat pengumpulan. Disarankan untuk meletakkan tandan pisang pada tempat yang teduh, tidak terkena sengatan matahari, dan buah pisang tidak menyentuh tanah agar tidak mengotori permukaan buah dan mencegah terjadinya kerusakan atau luka pada permukaan buah pisang tersebut. Secara sederhana dapat digunakan alas daun pisang kering. Kemudian tandan harus diposisikan sedemikian rupa, sehingga buah pisang tidak terkena getah yang keluar dari bekas tandan yang dipotong.
Penempatan komoditi panenan pada wadah sesungguhnya merupakan tindakan menghindari buah dari kerusakan fisik dan mekanik maupun menghindari kotoran. Oleh karena itu, pemilihan jenis bahan wadah sebaiknya didasarkan pada sifat permukaan komoditi bersangkutan. Permukaan wadah seharusnya bersih dan rata untuk menghindari luka lecet atau gesekan.
Pengumpulan komoditi panenan sudah pasti terjadi dan sering menyebabkan kemungkinan kerusakan yang cukup besar. Terlebih-lebih bilamana panenan dilakukan sekaligus terhadap buah yang ada di lapang produksi. Penempatan pada wadah selama pengumpulan hasil panen ini merupakan teknik yang baik digunakan untuk mengurangi kerusakan. Oleh karena itu, maka penyediaan wadah yang cukup banyak sangat diperlukan. Persentase kerusakan yang lebih tinggi terjadi pada komoditi panenan yang dikumpulkan secara menumpuk di pinggir lapang produksi, dibandingkan dengan bilamana komoditi panenan ditempatkan dalam wadah.
Secara konvensional tandan pisang ditutupi dengan daun pisang kering untuk mengurangi penguapan dan diangkut ke tempat pemasaran dengan menggunakan kendaraan terbuka/tertutup. Untuk pengiriman ke luar negeri, sisir pisang dilepaskan dari tandannya kemudian dipilah-pilah berdasarkan ukurannya. Pengepakan dilakukan dengan menggunakan wadah karton. Sisir buah pisang dimasukkan ke dos dengan posisi terbalik dalam beberapa lapisan. Sebaiknya luka potongan di ujung sisir buah pisang disucihamakan untuk menghindari pembusukan.

3.     Pengangkutan
Transportasi sudah pasti diperlukan atau dilakukan terutama bagi lokasi lapang produksi yang jauh dengan tempat penanganan pertama. Pengawasan sangat diperlukan pada setiap tahapan penanganan transportasi di lapangan. Bila hal ini terlaksana dengan baik, akan dapat meminumkan terjadinya luka-luka fisik pada buah. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dan perlu dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar pada aspek pengangkutan (transportasi):
a)    Hindari menggunakan alat pengangkut yang terlalu jauh antara tempat panenan ke tempat pengangkutan.
b) Pengawasan terhadap alat angkut terhadap penanganan yang kasar pada saat menaikkan dan menurunkan wadah komoditi panenan.
c)   Menggunakan teknik yang memberikan kemungkinan terjadinya goncangan pada wadah yang disusun dalam alat pengangkutan.
d)    Menjaga kebersihan permukaan wadah.
e)   Buahan-buahan dan sayuran yang belum dikemas harus dimuat dengan hati-hati sehingga tidak terjadi kerusakan mekanis. Kendaraan pengangkut bisa dialasi atau dilapisi dengan lapisan jerami tebal. Tikar atau karung bisa dipakai sebagai alas untuk kendaraan pengangkut berkapasitas kecil. Muatan lain tidak boleh diletakkan di atas curahan komoditi.
f)     Buah pisang di Indonesia diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau satu gandeng terdiri dua buah. Umumnya, buah pisang dari sentra produksi diangkut masih dalam bentuk tandan dan keadaannya masih mentah. Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau mobil dengan bak pengangkut (pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga bak tersebut penuh, kemudian menutupnya dengan terpal atau kain penutup lainnya atau tanpa penutup sama sekali. Kondisi ini dapat mengakibatkan tingkat kerusakan yang tinggi.
g)  Pisang yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi mendapat perlakuan yang lebih baik, dengan membungkus tandan pisang menggunakan daun pisang kering yang dililitkan dari sisir terbawah ke sisir paling atas sehingga menutup sempurna seluruh bagian. Cara tersebut umumnya diterapkan untuk buah pisang dalam tandan yang sudah matang atau mengalami pemeraman terlebih dahulu.
h)     Di perkebunan besar, tandan buah pisang dari kebun diangkut menggunakan kabel atau fasilitas lainnya menuju bangsal pengemasan. Bangsal pengemasan merupakan bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas berupa perlengkapan pemotongan sisir, bak pencucian, meja-meja sortasi, penimbangan, perlakuan pengendalian hama dan penyakit pascapanen, dan fasilitas pengemasan.

4.     Pemotongan sisir dan pencucian     
Setelah pisang sampai di tempat pengumpulan, untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman buah adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan oleh pekerja di bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander). Biasanya pada saat dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat pada permukaan buah, sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Jika satu sisir pisang berukuran besar dan berisi banyak, maka perlu dipotong lagi atau dalam bentuk klaster, agar lebih mudah penanganannya saat pengemasan. Air dalam bak harus sering diganti. Jika tidak, dapat merupakan sumber inokulum yang kemudian menginfeksi bagian crown dan menyebabkan busuk yang dikenal dengan crown rot yang dapat menjalar ke buah pisang. Untuk mencegahnya, dalam air pencucian dapat ditambahkan chlorin, berupa natrium hipochlorit 75-125 ppm untuk membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum, dan Botryodiplodia serta fungi lain yang sering menyerang crown pisang. Buah kemudian ditiriskan. Perlakuan pengendalian penyakit pascapanen menggunakan fungisida dapat dilakukan setelah pencucian, baik melalui perendaman atau penyemprotan.
Untuk mengendalikan busuk yang disebabkan serangan penyakit pascapanen dapat digunakan salah satu dari beberapa fungisida atau tanpa bahan kimia yaitu menggunakan pencelupan dengan air panas. Jika tidak ingin menggunakan fungisida, maka perlakuan dengan air panas sudah dapat membantu mengurangi dan menunda serangan busuk pada buah pisang. Pengendalian busuk pada pisang Raja Sere, Emas dan Lampung telah dilakukan penelitiannya menggunakan beberapa perlakuan yaitu benomil 500 ppm, zineb 1000 ppm, mankozeb 1000 ppm, dan perlakuan perendaman dalam air panas 55oC selama 2 menit.

5.     Penyimpanan
Beberapa buah klimakterik mengeluarkan banyak etilen selama pemasakan salah satunya pisang. Etilen merangsang proses pemasakan buah namun pengaruh gas etilen ini akan tidak nampak bilamana buah-buah disimpan pada suhu 0oC, namun bila suhu di atas 0oC akan memberikan percepatan pemasakan.
Untuk menjaga sanitasi ruang penyimpanan, perlu pembersihan secara periodik, dan perlu sirkulasi udara yang baik. Dan dilakukan dengan memisahkan bahan yang rusak. Oleh karena itu dalam penyimpanannya perlu dipisahkan antara pisang yang mentah, pisang matang dan pisang yang sudah busuk agar pisang yang masih bagus tidak ikut menjadi busuk.
Selain itu kondisi penyimpanan buah pisang perlu diperhatikan. Pisang-pisang yang akan dirangsang pemasakannya agar supaya diperoleh keseragaman dalam tingkat kemasakan saat dipasarkan sebaiknya disimpan pada kondisi suhu 18 – 23oC dan kelembaban 90 – 95%. Suhu optimum untuk penyimpanan pisang : 56 – 58oF  (13,3 – 14,4oC). Kecepatan pemasakan dapat diatur dengan mengatur jumlah etilen yang digunakan maupun menaikkan suhu. Biasanya, untuk menghindari pembusukan mikroba, bilamana buah-buah pisang telah mengalami perubahan warna (warna kuning telah terbentuk), maka kelembaban udara ruang simpan segera diturunkan. Bila RH tinggi à menyebabkan kondensasi air, sehingga akan mengundang pertumbuhan kapang dan pembusukan.
Buah pisang akan mengalami kerusakan dingin signifikan jika disimpan di dalam kulkas. Kondisi suhu bagi penyimpanan pisang matang (hijau) adalah 56OF atau 15OC. Suhu lebih rendah akan menyebabkan kerusakan dingin (pencoklatan pada kulit buah pisang). Pisang, baik yang masih matang (hijau) maupun telah masak sangat peka terhadap suhu dingin. Hal ini disebabkan karena buah pisang mempunyai suhu optimal penyimpanan diatas 10 oC. Oleh karena itu, bilamana sistim penyimpanan dingin dan dikombinasikan dengan pengaturan komposisi udara ruang simpan, efek merugikan penyimpanan dingin dapat ditekan. Kondisi penyimpanan tersebut adalah bersuhu 14OC, kadar CO2 : 2,5% dan kadar O2 : 5%.
Kerusakan dingin adalah merupakan kerusakan fisiologis yang terjadi pada kebanyakan tanaman tropis dan subtropis jika di tempatkan pada suhu terlalu rendah tetapi masih diatas suhu beku. Penyebab utama terjadinya kerusakan dingin adalah rusaknya struktur selaput sel di dalam buah dan sayuran akibat suhu yang terlalu rendah. Kerusakan selaput sel terjadi karena terjadinya perubahan fluiditas pada selaput jika disimpan pada suhu yang terlalu rendah, dibawah ambang suhu minimum untuk masing-masing jenis buah dan sayuran. Mekanisme terjadinya kerusakan dingin dapat dijelaskan bahwa ketika suhu penyimpanan direndahkan, maka komponen lemak pada selaput sel pada suhu kritis akan memadat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kontraksi yang akhirnya mengakibatkan keretakan pada selaput sel. Keretakan ini kemudian memicu meningkatnya permeabilitas sel, yang merupakan salah satu ciri utama terjadinya kerusakan dingin.
Disamping itu, perubahan yang terjadi di dalam selaput sel akibat suhu yang terlalu rendah, dapat menyebabkan meningkatnya aktivasi energi pada sistem enzim di dalam selaput yang pada akhirnya memicu terjadinya ketidakseimbangan dengan sistem enzim diluar selaput, serta dapat mengurangi kecepatan reaksi di dalam selaput sel. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan meningkatnya akumulasi zat-zat metabolit seperti piruvat, asetaldehida dan etanol diantara sistem glikolisis dan mitokondria. Kejadian-kejadian ini akan memunculkan gejala-gejala kerusakan dingin yang dapat dilihat, dan gejalanya akan berbeda-beda pada masing-masing buah dan sayuran. Hal ini tergantung kepada tingkat suhu yang digunakan serta lama penyimpanan, kultivar dan tingkat kematangan buah dan sayuran.
Gejala yang paling umum dijumpai adalah dapat berupa bercak-bercak pada permukaan buah dan sayuran, terjadinya perubahan warna pada kulit (misalnya pencoklatan pada kulit buah pisang), terjadinya perubahan cita rasa, serta lebih mudah terinfeksi oleh jamur pasca panen selama fase penyimpanan. Berbagai metoda dapat digunakan untuk mengurangi gejala kerusakan dingin yang timbul akibat penyimpanan buah dan sayuran pada suhu kritis. Metoda-metoda tersebut meliputi perlakuan kimia maupun fisik; seperti penggunaan etanolamina, etoksikuin, sodium benzoat, perlakuan panas, atmosfir termodifikasi, penyimpanan dengan kondisi hipobarik, pemanasan berkala, dsb. Namun demikian metoda ini umumnya diaplikasikan pada skala komersial, sedangkan untuk skala rumah tangga metoda-metoda ini dianggap tidak efisien dan efektif.

Batas suhu terendah yang aman
Saran
Saran untuk menghindari kerusakan pisang akibat penyimpanan dan penanganan pasca panen yang kurang tepat:
1.     Penyimpanan pisang dalam ruangan dengan penambahan ventilasi agar sirkulasi udara terjaga dengan baik. Suhu tinggi mengakibatkan laju respirasi tinggi dan pisang cepat mengalami kematangan dan cenderung cepat membusuk karena produksi gas etilen tinggi.
2.     Cara menjaga agar suhu tetap uniform: (a) Menerapkan cara penumpukan yang baik. (b) Mengatur sirkulasi udara yang cukup. (c) Melengkapi ruang penyimpanan dengan termostat yang reliable agar suhu tetap stabil (pada industri besar). (d) Ada termometer yang mudah dibaca.
3.    Dalam penyimpanan di gudang dan pada saat penjualan, sebaiknya hindari penumpukan karena penumpukan yang berlebih menyebabkan buah pisang cepat busuk dan lembek. Hal ini dikarenakan tekanan yang besar, produksi gas etilen yang tinggi serta suhu tinggi memicu proses kematangan lebih cepat dan membusuk sehingga umur simpannya pendek.
4.     Dalam penyimpanannya sebaiknya diletakkan tempat yang luas agar suhu terjaga dan ruangan tidak pengap sehingga menghindari kerusakan buah menjadi lembek.
5.     Dalam penjualannya sebaiknya buah pisang diletakkan menggantung untuk menghindari penumpukan yang terlalu banyak sehingga banyak buah yang busuk dan lembek.
6.     Penyemprotan gas etylen dan acetylen untuk mempercepat kematangan buah.
7.     Penyemprotan senyawa 2,4 D asan giberelat untuk menunda kematangan buah dan menghambat penyakit pada buah pisang.

Pustaka:
Rismunandar. 1990. Bertanam Pisang. C.V. Sinar Baru. Bandung
Rismunandar. 1990. Membudidayakan Tanaman Buah-buahan. C.V. Sinar Baru. Bandung.
Stover, R.H & N.W. Simmonads. 1993. Banana. Tropical Agriculture Series. Longman Scientific ang Technical. New York.
Hendro Soenarjono. 1998. Teknik Memanen Buah Pisang agar Berkualitas Baik. Trubus no. 341.

Read More......

Senin, 30 Januari 2012

Penanganan Pasca Panen Buah Jeruk

Pendahuluan

Buah jeruk
Jeruk merupakan salah satu jenis buah yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia dan diperdagangkan di pasar internasional, selain menjadi komoditas perdagangan di dalam negeri. Indonesia merupakan salah satu produsen jeruk yang mempunyai potensi yang sangat besar untuk memenuhi permintaan konsumen di dalam dan di luar negeri. Untuk dapat meningkatkan mutu agar dapat bersaing di pasar dalam negeri atau internasional diperlukan adanya standar mutu yang dapat diterapkan oleh petani Indonesia dan dapat diterima oleh pasar internasional. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3165-1992 jeruk keprok direvisi berdasarkan usulan dari seluruh pemangku kepentingan sebagai upaya untuk menghasilkan jeruk dengan mutu sesuai dengan permintaan pasar.

Kecepatan respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, kadar oksigen, kadar karbondioksida, ethilen, dan luka mekanis. Kecepatan respirasi relatif turun pada penyimpanan dengan kadar karbondioksida 5%. Semakin banyak karbondioksida maka laju respirasi akan dihambat. Oleh karena itu penting untuk mengatur proporsi karbondioksida pada tempat penyimpanan. Semakin meningkatnya suhu, maka kecepatan respirasi akan meningkat. Semakin kecil jumlah oksigen, maka laju respirasi juga semakin kecil. Pada buah non-klimaterik yang menghasilkan ethilen dalam jumlah sedikit perlu penambahan ethilen untuk meningkatkan kecepatan pematangan buah. Adanya luka mekanis dapat memacu respirasi dikarenakan kontak enzim substrat dan oksigen lebih baik daripada di tempat yang tidak luka.

Karakteristik Buah Jeruk, SNI, Jamur yang Ada di Jeruk
Tanaman jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Luas lahan pertanian jeruk di Indonesia yaitu 72.370 ha dengan total  produksi 2.625.543 ton (FAO, 2006).
Jeruk termasuk buah non-klimaterik sehingga harus dipanen tepat pada saat buah tersebut matang karena laju respirasi buah non-klimaterik tidak akan meningkat setelah pemanenan. Jika dipanen setelah matang, maka buah tersebut akan busuk sebelum sampai ke tangan konsumen.
Buah jeruk segar setelah dipetik masih melangsungkan proses hidup. Beberapa proses hidup yang penting pada buah jeruk adalah respirasi, transpirasi, dan proses pematangan buah. Proses (atau sifat) biokimia tersebut menurunkan mutu kesegaran buah jeruk yang dapat dilihat dari penampakan, susut bobot, dan penurunan nilai gizinya. Respirasi adalah proses pengambilan oksigen dari udara dan pelepasan karbondioksida ke udara. Oksigen digunakan untuk memecah karbohidrat dalam buah dan sayur menjadi karbondioksida dan air. Proses ini juga menghasilkan energi panas, sehingga buah dan sayur harus segera diberi perlakuan pendinginan agar tidak cepat layu dan busuk. Jeruk tergolong buah yang laju respirasinya rendah, yaitu 5 - 10 mg C02/kg.jam pada kisaran suhu 50C (Santoso dan Purwoko, 1995).
Transpirasi atau penguapan air dapat terjadi karena perbedaan tekanan uap air di dalam bagian tanaman dengan tekanan uap air di udara. Proses transpirasi akan menyebabkan susut bobot pada buah dan sayur yang disimpan. Untuk melindungi transpirasi, buah dan sayur harus disimpan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tepat.
Jeruk termasuk buah non-klimakterik. Buah non-klimakterik tidak menunjukkan perlibahan (peningkatan) laju produksi ethilen dan C02 setelah dipanen, artinya buah jeruk harus dipanen setelah masak di pohon karena tidak mengalami pemeraman. Produksi ethilen buah jeruk sangat rendah, yaitu kurang dari 0,1 µl/kg jam pada suhu 20oC (Cantwell, 2001).
Buah jeruk matang memiliki kadar air 77-92%, pada masa kekeringan air dari buah ditarik ke daun. Kadar gula bagian yang dapat dimakan bervariasi dari 2-15%, biasanya sekitar 12% pada jeruk manis matang. Kadar proteinnya kurang dari 2% dari bagian yang dapat dimakan. Buah jeruk manis mengandung 1-2% asam sitrat dan mungkin mengandung asam tartarat, malat dan oksalat dalam jumlah kecil. Kadar vitamin C-nya sekitar 50 mg per 100 ml jus jeruk. Vitamin A juga ada dalam jeruk. Ikatan glukosida utama pada sebagian besar buah jeruk adalah hesperidin, tetapi di dalam g~apepuit dan purnilzeio adalah naringin. Kulit jeruk banyak berisi pektin (Verheij dar~Coronel, 1992).

Penyakit Pada Buah Jeruk
Ada beberapa penyakit pada jeruk yang dapat menurunkan bahkan merusak kualitas dari buah jeruk. Macamnya antara lain:
1.     Thrips (Scirtotrips citri)
Proses terjadinya penyakit burik diawali saat berbunga, bunga yang mekar merupakan stadia yang paling rentan terhadap serangan hama Thrips (Scirtothrips citri). Telur Thrips berukuran sangat kecil diletakkan pada jaringan daun muda, tangkai, kuncup, dan buah. Setelah 6 sampai 8 hari telur menetas berupa instar pertama berwarna putih transparan kemudian telur sebagian besar berwarna kuning dan coklat. Bekas serangan akan meninggalkan luka burik di sekeliling tangkai buah, luka tersebut tidak bisa sembuh sampai buah tua, sehingga kulit buah berwarna coklat kasar dan tidak bisa hilang. Pengendalian hama Thrips dapat dilakukan dengan menjaga agar lingkungan tajuk tidak terlalu rimbun; membersihkan kebun dari gulma dan sisa tanaman yang sudah mati; menggunakan insektisida dengan bahan aktif Cyhexatin, Dicofol, Alfametrin, dan Alfa sipermetrin.

2.     Tungau karat (Phyloccoptura oleivera Ashmed)
Tungau karat memangsa dengan memasukkan cheliceral stylet dalam sel tanaman dan menghisap cairan tanaman pada hampir semua varietas jeruk. Imago berwarna kuning sampai orange, panjang lebih kurang 0.2 mm. Telur diletakkan pada permukaan daun dan buah. Siklus hidup berlangsung sampai imago antara 7-10 hari pada musin panas atau 14 hari pada kondisi dingin. Imago betina hidup kurang dari 20 hari dan selama masa hidupnya mampu bertelur sebanyak 20 butir.
Tungau karat memangsa terutama pada buah muda mulai yang ukurannya sebesar kacang dan kerusakannya biasanya tampak setelah buah berukuran sebesar kelereng. Lapisan epidermis kulit buah ikut rusak dan seiring dengan membesarnya buah akan tampak gejala bekas tusukan pada buah, walaupun hama tungaunya sudah tidak ada. Apabila serangannya parah, selain cabang, daun, dan buah muda, buah yang masak bisa juga terserang. Serangan awal pada buah menimbulkan gejala warna buah keperakan (pada jenis lemon dan grapefruit) atau coklat keperakan (pada jeruk jenis lain). Pada fase selanjutnya buah yang terserang warnanya berubah menjadi coklat, sampai ungu kehitaman. Serangan P. Oleivora berpengaruh terhadap diameter, bobot, dan kandungan nutrisi buah serta dapat mengakibatkan gugur buah lebih dini. Varietas jeruk berpengaruh terhadap tingkat serangan pada buah.
Di lapangan populasi tungau dikendalikan secara alami oleh predator Amblyseius citri. Secara kimia hama tungau dapat dikendalikan dengan akarisida antara lain yang berbahan aktif propagit, dikofol, heksitiazoks, dan amitraz. Apabila pengendalian terhadap serangan penyakit menggunakan fungisida yang berbahan aktif belerang (sulfur) seperti maneb, mankozeb zineb atau bubur california maka pengendalian terhadap tungau kadang-kadang tidak diperlukan lagi karena sulfur diketahui dapat mengurangi populasi tungau.

3.     Tungau merah (Panonychus citri  Mcgregor)
Telur yang berwarna merah tua dan berbentuk bulat adalah fase yang mudah untuk membedakan dari tungau jenis lain. Telur sebagian besar diletakkan di permukaan bagian atas sepanjang tulang daun, tetapi sebagian lainnya diletakkan pada permukaan daun bagian bawah dan pada imago betina dari tungau ini berbentuk oval, berwarna merah tua dan mempunyai bulu-bulu yang panjang dan menarik perhatian. Tungau jantan ukuran tubuhnya lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki yang relatif panjang dan geraknya lebih aktif daripada yang betina.
Populasi tungau merah banyak ditemukan di permukaan daun bagian atas, dan sebagian kecil menyerang buah dan cabang. Dalam proses memangsa, tungau merah menghisap klorofil dari daun, sehingga warnanya berubah menjadi bintik-bintik kelabu dan keperakan.
Serangan lebih parah di musim kering dimana kelembaban dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian dari efek serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan ranting muda mati. Buah yang masih hijau lebih disenangi daripada yang tua, tetapi gejala serangan lebih jelas terlihat pada buah yang tua dan bersifat permanen. Pengendalian yang harus dilakukan sama dengan teknologi pengendalian tungau karat.

4.     Kudis (Spaceloma Fawcetti Jenk)
Pada awalnya penyakit ini banyak menyerang terutama pada batang bawah JC (Japanese Citron), RL (Rough Lemon), Sour Orange, Rangpur Lime, dan Carrizo Citrange tetapi akhir-akhir ini dilaporkan telah menyerang pada spesies komersial terutama jeruk Siam (C. suhuiensis Tan.).
Serangan pada daun muda menyebabkan titik penetrasi memanjang vertikal yang selanjutnya menyebabkan bercak kudis (coklat timbul) pada daun. Serangan pada daun, ranting, dan buah menyebabkan kudis/tonjolan kutil keras yang tidak bisa hilang sampai buah tua. Pada daun, serangan terutama pada bagian bawah, yang terkumpul seperti kerak. Serangan parah menyebabkan daun berkerut, pertumbuhan kerdil dan malformasi titik tumbuh.
Pengendalian dan pencegahan disarankan mulai buah pentil sampai berumur 2 bulan yang merupakan fase kritis buah; tidak membuat pembibitan di sekitar tanaman produksi; menggunakan pestisida dengan bahan aktif Captafol, Benomyl, Thiophanate-metyl, dan Dithianon.

5.     Embun tepung (Oidium Tingitanium Carter)
Gejala khas ditunjukkan dengan adanya tepung putih yang merupakan masa spora. Tunas dan daun muda merupakan kondisi rentan adanya serangan embun tepung (Oidium tingitanium Carter). Jamur ini termasuk obligat parasit yang dapat tumbuh hanya pada jaringan tanaman yang masih hidup.
Jamur tumbuh di luar jaringan tanaman, tetapi memasukkan organ pemakan (Haustorium) ke dalam sel epidermis. Serangan mengakibatkan rusaknya jaringan epidermis daun dan buah yang tidak dapat sembuh kembali. Meskipun jamur dapat dikendalikan, tetapi bekas luka pada jaringan epidermis tetap meninggalkan luka.
Pengendalian dilakukan dengan membuang tunas dan daun yang memiliki tanda terserang sebelum fase pertunasan untuk mengurangi sumber patogen, sedangkan fungisida yang disarankan menggunakan bahan aktif Siprokonazol, Copper Hidroxide, Propineb dan Benomyl.

6.     Kanker jeruk (Xanthomonas Axonopodis Pv. Citri)
Buah burik dapat pula disebabkan oleh adanya serangan bakteri Xanthomonas axonopodis pv. citri penyebab kanker pada jeruk. Bakteri akan dapat berkembang cepat pada kondisi suhu lingkungan 20 sampai 300 C, pada kondisi yang sesuai dengan bantuan sedikit air, patogen akan migrasi melakukan penetrasi melalui lubang alami atau luka oleh serangga maupun mekanis.
Serangan bakteri akan menyebabkan jaringan tanaman membuat pertahanan dengan timbulnya kanker yang tumbuh pada jaringan daun, ranting dan buah. Kanker yang tumbuh tidak dapat sembuh kembali dan mengakibatkan ranting kering, daun gugur, atau buah yang ditumbuhi banyak kanker.
Pengendalian yang disarankan adalah membuang bagian tanaman yang terserang agar tidak menjadi sumber patogen penular, membersihkan alat pertanian dengan alkohol 70% atau sodium hipoklorit 0.5%; menggunakan bakterisida atau menggunakan pestisida berbahan aktif tembaga (cooper).
Penyebab buah burik sudah diketahui masing-masing cara pengendaliannya. Penurunan persentase buah burik dapat dilakukan dengan beberapa hal yaitu pemahaman pengelola tanaman terhadap penyebab-penyebab tersebut, pelaksanaan pengendalian harus tepat waktu, tepat buah, tepat cara, dan tepat dosis.
Di pasar tradisional dalam penanganan buah jeruk hanya disimpan seadanya, di dalam kantong plastik. Kondisi penanganan belum memperhatikan faktor sifat fisiologis jeruk seperti laju respirasi, transpirasi, dan kandungan etilen, yang dapat menurunkan mutu buah. Selain itu pedagang tidak bisa menyimpan buah-buahan yang hendak dijual dalam jumlah banyak sehingga tidak dapat menjual buah setiap saat (kontinuitas tidak terjamin).
Pada buah jeruk di pasar swalayan, penanganan dan penyimpanan buah jeruk sudah baik sehingga kondisi buah tetap baik dalam kurun waktu yang lama (mencapai 14 hari). Namun, terdapat beberapa buah yang masih mengalami kerusakan (memar) saat penyimpanan disebabkan karena pengaturan antarbuah yang bertumpuk, sehingga menyebabkan luka fisik (memar).

Solusi yang Ditawarkan (Usaha Nyata dan Faktor yang Dapat Dioptimalisasi)
1.     Penyimpanan pada suhu rendah dan sistem FIFO
Penyimpanan suhu rendah memiliki keuntungan, antara lain: (a) Dapat menurunkan laju respirasi karena semakin tinggi suhu (dalam batas suhu fisiologis) maka laju respirasi semakin tinggi, dan sebaliknya. (b) Dapat menurunkan produksi etilen, hal ini sejalan dengan laju respirasi yang terhambat, maka produksi etilen juga menurun. (c) Dapat menurunkan pertumbuhan mikrobia, karena pertumbuhan dan perkembangan mikrobia dapat optimal jika suhu normal/kamar, sehingga pada kondisi penyimpanan suhu rendah pertumbuhan mikrobia akan terhambat.
Sistim kerja FIFO
Sistem FIFO (First In First Out) bertujuan untuk setiap produk yang masuk pertama kali ke ruang pendingin, dialah yang pertama dikeluarkan untuk dijual ke pasar, sehingga sirkulasi stok buah-buahan dapat terjaga.

2.     Waxing
Waxing berfungsi sebagai pelindung dari serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Pelapisan ini sebenarnya menambah lapisan lilin alami yang terdapat pada kulit buah yang sebagian besar hilang selama penanganan. Lapisan lilin bekerja dengan menutupi pori-pori buah yang dapat menekan laju respirasi dan transpirasi, sehingga daya simpan buah lebih lama dan nilai jual lebih baik.
Manfaat lain dari waxing adalah dapat meningkatkan kilau dan menutupi luka/goresan pada permukaan kulit buah, sehingga penampilan lebih menarik. Lilin yang digunakan berasal dari tanaman, hewan, mineral, ataupun sintetis seperti beeswax, paraffin wax, carnauba wax (secara alami didapat dari carnauba palm).

3.     Natural ventilation storage
Natural ventilation storage ialah penyimpanan dengan pemberian sirkulasi udara secara alami melalui ventilasi yang ada (celah/jendela), karena sirkulasi udara terjadi secara alami sehingga tidak dapat mengontrol laju respirasi. Namun, natural ventilation dapat mengurangi akumulasi panas yang ada pada sistem sehingga mampu menghambat laju respirasi. Natural ventilation dipilih sebagai solusi karena paling sederhana dan tidak memerlukan biaya yang banyak, sehingga dapat diaplikasikan pada pedagang-pedagang di pasar tradisional.
Sistim kerja
4.     Pengaturan jarak penyimpanan antarjeruk
Dalam penyimpanan buah jeruk perlu dilakukan pengaturan antarbuah, hal ini bertujuan untuk mengurangi memar yang dapat terjadi selama proses penyimpanan. Salah satu contoh penyimpanan buah yang baik ialah dengan pembatasan maksimum penumpukan dan pemberian jarak antar buah.

Pustaka:
Anonim. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3165-1992.

Cantwell, M. 2001. Properties and Recommended Conditions for Long-Term Storage of Fresh Fruits and Vegetables. http://postharvest.ucdavis.edu/Produce/Storage/Properties-english.pdf.

Handoko, Dody D., Besman Napitupulu, Hasil Sembiring. 2010. Penanganan Pascapanen Buah Jeruk. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Santoso, B.B. dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project, Bogor. 187 hlm.

Verheij, E.W.M. dan R.E. Coroner (Ed). 1992. Plant Resources of South-East Asia No 2 : Edible Fruits and Nuts. Prosea, Bogor. p. 119-141.

Read More......

Senin, 16 Januari 2012

Air Ditinjau dari Kimia Pangan

Pengertian Air

Air, zat paling penting bagi kehidupan
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secata kovalen pada satu atom oksigen. Sifat fisik air yaitu tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (00C). Zat kimia ini merupakan pelarut penting yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya seperti garam, asam, gula, beberapa jenis gas dan beberapa molekul organik.
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air mampu melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat dibawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen H2O yang berasosiasi atau berikatan dengan sebuah ion hidroksida (OH-).

Perbedaan Air dan Es
Molekul air terbentuk ketika dua atom hidrogen dan satu atom oksigen berikatan secara kovalen. Air secara alamiah berbentuk cair. Ikatan hidrogen antara molekulnya secara konstan terputus dan terbentuk kembali karena molekul air yang secara terus menerus bergerak. Ikatan kovalen air lebih kuat dibandingkan ikatan hidrogen antar molekul air. Pada keadaan cair hidrogen molekul air berikatan dengan 3-4 molekul air lainnya. Densitas air dalam bentuk cair adalah 1,00 g/cm3.
Air dalam wujud es
Es merupakan bentuk padat dari air yang memiliki struktur kaku. Es memiliki struktur intan karena satu atom H terletak diantara satu sisi atom O membentuk suatu heksagonal simetris. Ikatan hidrogen es yang kuat berperan penting dalam pemberian bentuk dan densitas es itu sendiri. Es memiliki ruang kosong pada struktur molekulnya sehingga memiliki densitas yang lebih kecil (0,931 g/cm3) dari pada air. Pada bentuk es, molekul air saling berikatan hidrogen dengan empat molekul air lainnya.

Molekul Air
Molekul air terdiri dari dua atom hidrogen (H) dan satu atom oksigen (O). Atom – atom hidrogen dan oksigen saling terikat dengan membagi elektron mereka antara satu dan lainnya. Ikatan ini disebut ikatan kovalen. Menurut Winarno (2004), sebuah molekul air digambarkan menempati pusat dari sebuah tetrahedron. Sebuah molekul air memiliki kutub positif dan negatif sehingga disebut dwikutub (dipolar). Karena itulah molekul air dapat berikatan dengan senyawa lain yang bermuatan positif atau negatif. Daya tarik antara kutub positif sebuah molekul air dengan kutub negatif molekul air lainnya menyebabkan terjadinya ikatan antara air dan disebut ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen lebih lemah kekuatan pengikatnya dibandingkan ikatan kovalen. Namun ikatan hidrogen memiliki efek yang besar karena terdapat banyak ikatan hidrogen.
Struktur air tidak teratur namun molekul air saling mendekat satu sama lain karena ikatan hidrogen. Berikut ini adalah ilustrasi struktur molekul kimia ikatan hidrogen pada air.
Molekul air saling berikatan dengan
ikatan hidrogen

Sifat Air

Sifat-sifat air
1.     Elektrolisis Air
Molekul air dapat diuraikan menjadi unsur unsur asalnya dengan mengalirkan arus listrik. Proses ini disebut elektrolisis air. Pada katoda, dua molekul air bereaksi  dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidrokida (OH-).  Sementara itu pada anoda, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan empat ion H+ serta mengalirkan elektron ke katoda. Ion H+ dan OH-  mengalami netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul air.

Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari rekasi ini membentuk gelembung pada elektroda dan dapat dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan hidrogen dan hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan hidrogen.


2.     Kelarutan (Solvensi)
Air adalah pelarut yang kuat melarukan banyak jenis zat kimia. Zat zat yang bercampur dan larut dengan baik dalam air (misalnya garam garam) disebut sebagai zat ‘hidrofilik’ dan zat-zat yang tidak mudah bercapur dengan air (misalnya lemak) disebut zat ‘hidrofobik’. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya tarik menarik listrik (gaya intermolekul dipol dipol) antara molekul molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya tarik menarik antara molekul air, molekul tersebut tidak terlarut dan mengendap dalam air.

3.     Kohesi dan Adhesi
Air menempel pada sesamanya (kohesi) karena air bersifat polar. Air memiliki sejumlah muatan parsial negatif (σ-) dekat dengan atom oksigen akibat pasangan elektron yang hampir tidak digunakan bersama dan sejumlah muatan parsial positif (σ+) dekat dengan atom oksigen. Hal ini terjadi karena atom oksigen bersifat lebih elektronegatif dibandingkan atom hidrogen. Sehingga atom oksigen memiliki daya tarik pada elektron elektron yang dimiliki bersama dalam molekul, menarik elektron-elektron lebih dekat ke arahnya (juga menarik muatan negatif elektron-elektron tersebut) dan membuat daerah disekitar atom oksigen bermuatan lebih negatif dibanding daerah-daerah disekitar kedua atom hidrogen. Air memiliki sifat adhesi yang tinggi karena sifat alami kepolarannya.

4.     Tegangan Permukaan
Air memiliki tegangan permukaan yang besar karena kuatnya sifat kohesi antara molekul-molekul air. Hal ini teramati saat sejumlah air yang ditempatkan dalam permukaan yang tidak dapat dibahasi (non soluble) air akan berkumpul sebagai sebuah tetesan. Namun bila pada permuaan gelas yang sangat halus atau bersih dapat terbentuk suatu lapisan tipis karena gaya tarik molekul antara gelas dan molekul air (gaya adhesi) lebih kuat dibanding gaya kohesi anatar molekul air.
Dalam sel sel biologi air dan organel organel air bersentuhan dengan membran dan permukaan protein yang bersifat ‘hidrofilik’. Irvin Langmuir mengamati suatu gaya yang kuat antara permukaan ‘hidrofilik’. Untuk melepas lapisan yang terikat dengan kuat dari hidrasi air perlu dilakukan kerja yang maksimal untuk melawan gaya ini yang disebut gaya hidrasi. Gaya hidrasi ini memiliki nilai yang besar namun akan lemah dalam rentang nanometer atau lebih kecil. pentingnya gaya-gaya tersebut dalam bidang biologi telah dipelajari secara ekstensif oleh V. Adrian Paesegian dari National Institute of Healty. Gaya ini penting dipelajari terutama antara sel-sel yang terhidrasi saat bersentuhan langsung dengan ruang luar yang kering atau pendingin diluar sel (extracellular freezing).

Peranan Air
Air mempunyai peranan penting didalam suatu bahan pangan. Air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penampakan, tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan pangan, dan aktivitas mikroorganisme. Karakteristik hidrasi bahan pangan merupakan karakter fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang terkandung didalamnya dan molekul air di udara sekitarnya.
Peranan air dalam berbagai produk hasil pertanian dapat dinyatakan sebagai kadar air dan aktifitas air. Sedangkan di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping ikut sebagai pereaksi. 
Dalam suatu bahan pangan, air dikategorikan dalam 2 tipe yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas menunjukan sifat sifat air dengan keaktifan penuh, sedangkan air terikat menunjukan air yang terikat erat dengan komponen bahan pangan lainnya. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimiawi, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem disperse.

Interaksi Air
Air terikat (bound water) merupakan interaksi air dengan solid atau bahan pangan. Ada beberapa definisi, air terikat adalah sejumlah air yang berinteraksi secara kuat dengan solute yang bersifat hidrofilik. Air terikat adalah air yang tidak dapat dibekukan lagi pada suhu lebih kecil atau sama dengan -40oC, merupakan substansi nonaqueous dan mempunyai sifat berbeda dengan air kamba. Air dalam bahan pangan terikat secara kuat pada sisi-sisi kimia komponen bahan pangan misalnya grup hidroksil dari polisakarisa, grup karbonil dan amino dari protein dari sisi polar lain yang dapat memegang air dengan ikatan hidrogen.
Menurut Wirakartakusumah dkk (1989) bahwa air dibagi atas empat tipe molekul air berdasarkan derajat keterikatan air dalam bahan pangan sebagai berikut:
1.     Tipe I, yaitu molekul air yang terikat secara kimiawi dengan molekul molekul lain melalui ikatan hidrogen yang berenergi besar. Derajat pengikatan air ini sangat besar sehingga tidak dapat membeku pada proses pembekuan dan sangat sukar untuk dihilangkan dari bahan. Molekul air membentuk hidran dengan molekul molekul lain yang mengandung atom atom oksigen dan nitrogen seperti karbohidrat, protein dan garam.
2.     Tipe II, yaitu molekul air yang terikat secara kimia membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lainnya. Jenis air ini terdapat pada mikrokapier dan sukar dihilangkan dari bahan. Jika air tipe ini dihilangkan seluruhnya maka kadar air bahan berkisar antara 3 7%.
3.     Tipe III, yaitu molekul air yang terikat secara fisik dalam jaringan jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe ini mudah dikeluarkan dari bahan dan bila diuapkan seluruhnya kadar air bahan mencapai 12 25%. Air ini dimanfaatkan untuk pertumbuhan jasat renik dan merupakan media bagi reaksi kimiawi.
4.     Tipe IV, yaitu air bebas yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-sifat air biasa dengan sifat keaktifan penuh.

Menurut Nagashima dan Suzuki (1981), air terikat meliputi:
1.     Air hidratasi
2.     Air dalam mikrokapiler atau air yang terjebak dalam mikrokapiler
3.     Air yang terabsorbsi pada permukaan solid
Air terikat berhubungan dengan energi pengikatan yang tinggi. Energi pengikatan merupakan istilah termodinamika yang menyatakan perbedaan antara panas absorbsi air oleh solid dengan panas kondensasi uap air pada suhu yang sama. Berdasarkan tingkat energi pengikatan, air terikat terbagi atas tiga fraksi yaitu:
1.     Fraksi air terikat primer
2.     Fraksi air terikat sekunder
3.     Fraksi air terikat tersier

Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb).

Kadar Air Keseimbangan
Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan.  Kadar air keseimbangan dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban udara relatif tertentu. Menurut Heldman dan Singh (1981), kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut kelembaban relatif keseimbangan.
Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content (EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan. Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis.
Dalam percobaan menentukan kadar air keseimbangan, kondisi termodinamika udara (suhu dan kelembaban relatif) harus konstan. Penentuan kadar air keseimbangan ada dua metode yaitu metode dinamis dan statis. Metode dinamis, kadar air keseimbangan bahan diperoleh pada keadaan udara yang bergerak. Metode dinamik biasanya digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air disekitar bahan. Sedangkan metode statis, kadar air keseimbangan bahan diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statik biasanya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara disekitar bahan relatif tidak bergerak.

Aktivitas Air
Dalam bahan pangan, air berperan sebagai pelarut yang digunakan selama proses metabolisme, dimana kandungan air suatu bahan pangan tidak dapat digunakan sebagai petunjuk nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan pangan bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan dengan aktivitas air atau water activity (Aw) yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai jenis mikroorganime yang yang dapat hidup pada nilai Aw tertentu dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel Nilai Aw yang dapat Ditumbuhi Mikroorganisme
Mikroorganisme
Aktivitas air
Organisme penghasil lendir pada daging
0,98
Spora Pseudomonas, Bacillus cereus
0,97
Spora B. subtilis, C. botulinum
0,95
C. botulinum, Salmonella
0,93
Bakteri pada umumnya
0,91
Ragi pada umumnya
0,88
Aspergillus niger
0,85
Jamur pada umumnya
0,80
Bakteri halofilik
0,75
Jamur Xerofilik
0,65
Ragi Osmofilik
0,62

Aktivitas air juga dinyatakan sebagai potensi kimia yang nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Pada nilai aktivitas air sama dengan 0 berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas dalam proses kimia. Sedangkan nilai aktivitas air sama dengan 1 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal.
Aktivitas air merupakan salah satu parameter hidratasi yang sering diartikan sebagai air dalam bahan yang digunakan untuk pertumbuhan jasad renik. Scott (1957) dalam Purnomo (1995), pertama kali menggunakan aktivitas air sebagai petunjuk adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air ini juga terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan.
Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air dari larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama.

Interaksi Air dengan Gula
Molekul-molekul berbagai senyawa di dalam bahan pangan umumnya terikat satu sama lain dengan ikatan hidrogen, contohnya molekul gula.  Bila sebuah kristal gula melarut, molekul-molekul air bergabung secara ikatan hidrogen pada gugus polar molekul gula yang terdapat di permukaan air kristal gula tersebut. Molekul-molekul air yang semula terikat pada lapisan pertama ternyata tidak dapat bergerak, tetapi selanjutnya molekul-molekul gula akhirnya dikelilingi oleh lapisan air dan melepaskan diri dari kristal (Winarno, 2004).
Ikatan hidrogen air dan zat terlarut lebih lemah dibandingkan dengan interaksi ion dengan air.  Ikatan hidrogen pada air dapat terjadi pada beberapa gugus lain seperti hidroksil (O-H), amino (NH2), carbonil (C=O), amida, dan imino, contoh ikatan hidrogen antara gugus amina dan karbonil terhadap molekul air.

            --- N –H - - - O – H - - - O = C =
                                  H           
Ikatan hidrogen (garis titik-titik) antara air dan dua gugus fungsional amina dan karbonil (Fennema, 1996).
Perbedaan antara larutan murni dengan dispersi koloidal terletak pada ukuran molekul dan partikel yang terlibat dan juga luas relatif permukaannya.  Dalam bentuk dispersi koloidal, partikel-partikel yang ada dalam air bentuknya tidak begitu besar sehingga tidak dapat mengendap, tetapi juga tidak cukup kecil untuk dapat membentuk larutan, contohnya protein gelatin yang dapat membentuk dispersi koloidal dalam air panas, juga kasein susu.  Sementara suspensi juga termasuk jenis dispersi, hanya saja partikel-partikel yang terlibat terlalu besar dan kompleks sehingga tidak dapat larut dan juga tidak dapat membentuk koloidal, contohnya pati dalam air dingin.

Read More......