Live Streaming TV

Selasa, 31 Januari 2012

Pengendalian dan Penanganan Buah Pisang (Musa spp) Terkait Sanitasi dan Higienitas Pengelolaan dan Budidaya

Pendahuluan
Buah pisang
Pasar adalah salah satu tempat dimana orang beraktivitas setiap harinya dan berperan sangat penting dalam pemenuhan terutama pasar tradisional bagi golongan masyarakat menengah ke bawah. Pada saat yang sama, pasar juga dapat menjadi jalur utama untuk penyebaran penyakit seperti kasus kolera di Amerika Latin, SARS dan Avian influenza di Asia. Di Indonesia terdapat sekitar 13.450 pasar tradisional dengan 12.625 juta pedagang beraktivitas di dalamnya (Ditjen. Perdagangan Dalam Negeri – Departemen Perdagangan, 2007).

Selain pasar Tradisional dikenal juga pasar modern yang biasa disebut dengan supermarket. Diantara kedua pasar tersebut, mulai timbul kecenderungan masyarakat yang lebih menyukai pasar modern yang menjual pangan dengan pelayanan yang lebih baik, lebih bersih, aman, dan nyaman. Pengelolaan pasar tradisional di daerah bervariasi tergantung pemerintah daerah setempat. Untuk itu, pemerintah saat ini sedang menyusun peraturan presiden tentang Pasar Tradisional agar tertata dengan professional, khususnya oleh pemerintah daerah dalam menghadapi persaingan dengan supermarket atau hypermarket lainnya.
Pasar menjual berbagai macam produk, antara lain buah pisang. Pisang adalah tanaman buah sumber vitamin, mineral dan karbohidrat. Di Indonesia pisang yang ditanam baik dalam skala rumah tangga ataupun kebun pemeliharaannya kurang intensif. Sehingga, produksi pisang Indonesia rendah, dan tidak mampu bersaing di pasar internasional. Jenis pisang dibagi menjadi tiga: (a) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas. (b) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typicaatau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok. (c) Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk. (d) Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput tidak/kurang tersedia. Secara radisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun.

Permasalahan
Penyebab utama yang menyebabkan timbul masalah yaitu kurang optimalnya para petani saat budidaya pisang. Hal ini megarah kepada pengendalian dan penanganan pisang baik prapanen, panen, maupun pasca panen yang masih sangat kurang. Pengendalian dan penanganan ini meliputi bagaimana sanitasi dan higienitas dalam budidaya pisang serta upaya maksimal yang seharusnya dilakukan agar dapat di produksi komoditi pisang dengan kondisi dan mutu yang baik dan sesuai dengan SNI. Tanaman pisang mudah tumbuh di berbagai tempat, penanaman yang dilakukan oleh petani belum teratur dan sering dicampur dengan tanaman lainnya. Selain itu pemeliharaan tanaman pisang belum dilakukan secara intensif, sehingga produksi dan mutu buah yang dihasilkan masih rendah. Karena pengendalian kurang optimal, pada pisang dapat timbul berbagai serangan penyakit dan serangan hama maupun gulma, terdapat juga serangan dari hewan-hewan perusak yang menyebabkan kerusakan pada komoditi pisang.

Beberapa permasalahan dalam budidaya pisang, diantaranya:
1.     Pisang sangat rentan terhadap hama dan penyakit
2.   Sentra produksi pisang yang bersifat terpencar (spot) dengan skala usaha yang tidak ekonomis menyebabkan perdagangan pisang kurang berkembang dengan baik. Beberapa sentra pisang di Indonesia adalah Kaltim kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) yang sekarang menjadi kebun pisang, Jawa dan Sulawesi.
3.     Tingkat produksi dan produktivitas masih rendah. Hal ini antara lain dikarenakan: (a) Petani pada umumnya belum menerapkan praktek budidaya yang baik (GAP). (b) Sarana pengairan umumnya belum tersedia. (c) Serangan penyakit layu masih relatif tinggi.
4.    Mutu produk yang dihasilkan pada umumnya sebagian besar masih kurang baik, hal ini dikarenakan: (a) Petani pada umumnya belum menerapkan pemeliharaan buah dan teknologi pasca panen yang baik dan benar (pembrongsongan buah, cara pemetikan yang benar, sortasi dan pencucian). (b) Keterbatasan modal petani sehingga memanen buah belum mencapai tingkat kematangan optimal. (c) Kelompok tani yang ada belum berfungsi dengan baik dalam mengelola kawasan kebun. 
5.    Dalam pemasaran, petani sangat sulit mendapatkan informasi pasar, baik jenis, jumlah dan waktunya, sehingga pada saat panen raya, harga pisang ditingkat petani jatuh. 
6.  Teknologi pengolahan belum tersosialisasikan sepenuhnya di lapangan serta keterbatasan sarana pengolahan.

Pengendalian dan penanganan kurang maksimal yang dimaksudkan yaitu:
1.     Petani pada umumnya belum menerapkan pemeliharaan buah dan teknologi pasca panen yang baik dan benar (pembrongsongan buah, cara pemetikan yang benar, sortasi dan pencucian). Buah pisang dipanen bersama-sama dengan tandannya. Panjang tandan yang diambil adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas. Gunakan pisau yang tajam dan bersih waktu memotong tandan. Tandan pisang disimpan dalam posisi terbalik supaya getah dari bekas potongan menetes ke bawah tanpa mengotori buah. Dengan posisi ini buah pisang terhindar dari luka yang dapat diakibatkan oleh pergesekan buah dengan tanah. Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi batangnya dihilangkan sama sekali. Jika tersedia tenaga kerja, batang pisang bisa saja dipotong sampai setinggi 1 m dari permukaan tanah. Penyisaan batang dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tunas.
2.  Keterbatasan modal petani sehingga memanen buah belum mencapai tingkat kematangan optimal. Penentuan umur panen harus didasarkan pada jumlah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah ke daerah penjualan sehingga buah tidak terlalu matang saat sampai di tangan konsumen. Sedikitnya buah pisang masih tahan disimpan 10 hari setelah diterima konsumen.
3.     Teknologi pengolahan belum tersosialisasikan sepenuhnya di lapang serta keterbatasan sarana pengolahan.

Upaya dan usaha yang dapat diterapkan
Umumnya pisang maupun buah-buah tropika lainnya dipasarkan dalam proses penanganan pascapanen yang berlangsung dalam suasana suhu ruang bahkan di lapang terbuka. Cara pemasaran dan penanganan ini akan berpengaruh terhadap kecepatan kemunduran kualitas buah, akibatnya ketersediaan di pasaran terganggu. Kerusakan yang terjadi pada buah yang telah dipanen, disebabkan karena organ panenan tersebut masih melakukan proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam buah. Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah sudah terpisah dari pohonnya, sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah. Sedangkan tingkat kerusakan buah dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan ke luar buah. Perlambatan proses tersebut tentunya secara teoritis dapat pula dilakukan sehingga dapat memperlambat laju perusakan. Penanganan buah agar supaya memiliki kualitas baik diperlukan perlindungan terhadap buah segar sejak budidaya atau di lapang produksi dan kemudian diteruskan hingga buah siap dikonsumsi.
Deteriorasi atau perusakan buah dapat terjadi karena perlakuan pemangkasan penjarangan buah, pemupukan, pengendalian hama-penyakit dan lain sebagainya. Proses perusakan buah juga dapat terjadi akibat sanitasi yang kurang baik dalam penanganan buah pisang tersebut. Untuk menghindari penuruanan kualitas buah pisang yang akan dipasarkan perlu memperhatikan beberapa tindakan untuk menghindari deteriorasi tersebut.

1.     Sanitasi Bibit Sebelum Ditanam
Untuk menghindari penyebaran hama/ penyakit, sebelum ditanam bibit diberi perlakuan sebagai berikut:
a)     Setelah dipotong, bersihkan tanah yang menempel di akar.
b)    Simpan bibit di tempat teduh 1-2 hari sebelum tanam agar luka pada umbi mengering. Buang daun-daun yang lebar.
c)  Rendam umbi bibit sebatas leher batang di dalam insektisida 0,5–1% selama10 menit. Lalu bibit dikeringanginkan.
d)    Jika tidak ada insektisida, rendam umbi bibit di air mengalir selama 48 jam.
e)     Jika di areal tanam sudah ada hama nematoda, rendam umbi bibit di dalam air panas beberapa menit.

2.     Penanganan Pasca Panen
Buah setelah panen dikumpulkan di tempat yang teduh terlindung dari panas. Umumnya para pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping rumahnya untuk menampung buah pisang. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah pisang, karena penampilan buah menjadi kotor. Petani melakukan panen pisang dengan memotong tandan dan kemudian diletakkan di tempat pengumpulan. Disarankan untuk meletakkan tandan pisang pada tempat yang teduh, tidak terkena sengatan matahari, dan buah pisang tidak menyentuh tanah agar tidak mengotori permukaan buah dan mencegah terjadinya kerusakan atau luka pada permukaan buah pisang tersebut. Secara sederhana dapat digunakan alas daun pisang kering. Kemudian tandan harus diposisikan sedemikian rupa, sehingga buah pisang tidak terkena getah yang keluar dari bekas tandan yang dipotong.
Penempatan komoditi panenan pada wadah sesungguhnya merupakan tindakan menghindari buah dari kerusakan fisik dan mekanik maupun menghindari kotoran. Oleh karena itu, pemilihan jenis bahan wadah sebaiknya didasarkan pada sifat permukaan komoditi bersangkutan. Permukaan wadah seharusnya bersih dan rata untuk menghindari luka lecet atau gesekan.
Pengumpulan komoditi panenan sudah pasti terjadi dan sering menyebabkan kemungkinan kerusakan yang cukup besar. Terlebih-lebih bilamana panenan dilakukan sekaligus terhadap buah yang ada di lapang produksi. Penempatan pada wadah selama pengumpulan hasil panen ini merupakan teknik yang baik digunakan untuk mengurangi kerusakan. Oleh karena itu, maka penyediaan wadah yang cukup banyak sangat diperlukan. Persentase kerusakan yang lebih tinggi terjadi pada komoditi panenan yang dikumpulkan secara menumpuk di pinggir lapang produksi, dibandingkan dengan bilamana komoditi panenan ditempatkan dalam wadah.
Secara konvensional tandan pisang ditutupi dengan daun pisang kering untuk mengurangi penguapan dan diangkut ke tempat pemasaran dengan menggunakan kendaraan terbuka/tertutup. Untuk pengiriman ke luar negeri, sisir pisang dilepaskan dari tandannya kemudian dipilah-pilah berdasarkan ukurannya. Pengepakan dilakukan dengan menggunakan wadah karton. Sisir buah pisang dimasukkan ke dos dengan posisi terbalik dalam beberapa lapisan. Sebaiknya luka potongan di ujung sisir buah pisang disucihamakan untuk menghindari pembusukan.

3.     Pengangkutan
Transportasi sudah pasti diperlukan atau dilakukan terutama bagi lokasi lapang produksi yang jauh dengan tempat penanganan pertama. Pengawasan sangat diperlukan pada setiap tahapan penanganan transportasi di lapangan. Bila hal ini terlaksana dengan baik, akan dapat meminumkan terjadinya luka-luka fisik pada buah. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dan perlu dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar pada aspek pengangkutan (transportasi):
a)    Hindari menggunakan alat pengangkut yang terlalu jauh antara tempat panenan ke tempat pengangkutan.
b) Pengawasan terhadap alat angkut terhadap penanganan yang kasar pada saat menaikkan dan menurunkan wadah komoditi panenan.
c)   Menggunakan teknik yang memberikan kemungkinan terjadinya goncangan pada wadah yang disusun dalam alat pengangkutan.
d)    Menjaga kebersihan permukaan wadah.
e)   Buahan-buahan dan sayuran yang belum dikemas harus dimuat dengan hati-hati sehingga tidak terjadi kerusakan mekanis. Kendaraan pengangkut bisa dialasi atau dilapisi dengan lapisan jerami tebal. Tikar atau karung bisa dipakai sebagai alas untuk kendaraan pengangkut berkapasitas kecil. Muatan lain tidak boleh diletakkan di atas curahan komoditi.
f)     Buah pisang di Indonesia diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau satu gandeng terdiri dua buah. Umumnya, buah pisang dari sentra produksi diangkut masih dalam bentuk tandan dan keadaannya masih mentah. Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau mobil dengan bak pengangkut (pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga bak tersebut penuh, kemudian menutupnya dengan terpal atau kain penutup lainnya atau tanpa penutup sama sekali. Kondisi ini dapat mengakibatkan tingkat kerusakan yang tinggi.
g)  Pisang yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi mendapat perlakuan yang lebih baik, dengan membungkus tandan pisang menggunakan daun pisang kering yang dililitkan dari sisir terbawah ke sisir paling atas sehingga menutup sempurna seluruh bagian. Cara tersebut umumnya diterapkan untuk buah pisang dalam tandan yang sudah matang atau mengalami pemeraman terlebih dahulu.
h)     Di perkebunan besar, tandan buah pisang dari kebun diangkut menggunakan kabel atau fasilitas lainnya menuju bangsal pengemasan. Bangsal pengemasan merupakan bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas berupa perlengkapan pemotongan sisir, bak pencucian, meja-meja sortasi, penimbangan, perlakuan pengendalian hama dan penyakit pascapanen, dan fasilitas pengemasan.

4.     Pemotongan sisir dan pencucian     
Setelah pisang sampai di tempat pengumpulan, untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman buah adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan oleh pekerja di bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander). Biasanya pada saat dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat pada permukaan buah, sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Jika satu sisir pisang berukuran besar dan berisi banyak, maka perlu dipotong lagi atau dalam bentuk klaster, agar lebih mudah penanganannya saat pengemasan. Air dalam bak harus sering diganti. Jika tidak, dapat merupakan sumber inokulum yang kemudian menginfeksi bagian crown dan menyebabkan busuk yang dikenal dengan crown rot yang dapat menjalar ke buah pisang. Untuk mencegahnya, dalam air pencucian dapat ditambahkan chlorin, berupa natrium hipochlorit 75-125 ppm untuk membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum, dan Botryodiplodia serta fungi lain yang sering menyerang crown pisang. Buah kemudian ditiriskan. Perlakuan pengendalian penyakit pascapanen menggunakan fungisida dapat dilakukan setelah pencucian, baik melalui perendaman atau penyemprotan.
Untuk mengendalikan busuk yang disebabkan serangan penyakit pascapanen dapat digunakan salah satu dari beberapa fungisida atau tanpa bahan kimia yaitu menggunakan pencelupan dengan air panas. Jika tidak ingin menggunakan fungisida, maka perlakuan dengan air panas sudah dapat membantu mengurangi dan menunda serangan busuk pada buah pisang. Pengendalian busuk pada pisang Raja Sere, Emas dan Lampung telah dilakukan penelitiannya menggunakan beberapa perlakuan yaitu benomil 500 ppm, zineb 1000 ppm, mankozeb 1000 ppm, dan perlakuan perendaman dalam air panas 55oC selama 2 menit.

5.     Penyimpanan
Beberapa buah klimakterik mengeluarkan banyak etilen selama pemasakan salah satunya pisang. Etilen merangsang proses pemasakan buah namun pengaruh gas etilen ini akan tidak nampak bilamana buah-buah disimpan pada suhu 0oC, namun bila suhu di atas 0oC akan memberikan percepatan pemasakan.
Untuk menjaga sanitasi ruang penyimpanan, perlu pembersihan secara periodik, dan perlu sirkulasi udara yang baik. Dan dilakukan dengan memisahkan bahan yang rusak. Oleh karena itu dalam penyimpanannya perlu dipisahkan antara pisang yang mentah, pisang matang dan pisang yang sudah busuk agar pisang yang masih bagus tidak ikut menjadi busuk.
Selain itu kondisi penyimpanan buah pisang perlu diperhatikan. Pisang-pisang yang akan dirangsang pemasakannya agar supaya diperoleh keseragaman dalam tingkat kemasakan saat dipasarkan sebaiknya disimpan pada kondisi suhu 18 – 23oC dan kelembaban 90 – 95%. Suhu optimum untuk penyimpanan pisang : 56 – 58oF  (13,3 – 14,4oC). Kecepatan pemasakan dapat diatur dengan mengatur jumlah etilen yang digunakan maupun menaikkan suhu. Biasanya, untuk menghindari pembusukan mikroba, bilamana buah-buah pisang telah mengalami perubahan warna (warna kuning telah terbentuk), maka kelembaban udara ruang simpan segera diturunkan. Bila RH tinggi à menyebabkan kondensasi air, sehingga akan mengundang pertumbuhan kapang dan pembusukan.
Buah pisang akan mengalami kerusakan dingin signifikan jika disimpan di dalam kulkas. Kondisi suhu bagi penyimpanan pisang matang (hijau) adalah 56OF atau 15OC. Suhu lebih rendah akan menyebabkan kerusakan dingin (pencoklatan pada kulit buah pisang). Pisang, baik yang masih matang (hijau) maupun telah masak sangat peka terhadap suhu dingin. Hal ini disebabkan karena buah pisang mempunyai suhu optimal penyimpanan diatas 10 oC. Oleh karena itu, bilamana sistim penyimpanan dingin dan dikombinasikan dengan pengaturan komposisi udara ruang simpan, efek merugikan penyimpanan dingin dapat ditekan. Kondisi penyimpanan tersebut adalah bersuhu 14OC, kadar CO2 : 2,5% dan kadar O2 : 5%.
Kerusakan dingin adalah merupakan kerusakan fisiologis yang terjadi pada kebanyakan tanaman tropis dan subtropis jika di tempatkan pada suhu terlalu rendah tetapi masih diatas suhu beku. Penyebab utama terjadinya kerusakan dingin adalah rusaknya struktur selaput sel di dalam buah dan sayuran akibat suhu yang terlalu rendah. Kerusakan selaput sel terjadi karena terjadinya perubahan fluiditas pada selaput jika disimpan pada suhu yang terlalu rendah, dibawah ambang suhu minimum untuk masing-masing jenis buah dan sayuran. Mekanisme terjadinya kerusakan dingin dapat dijelaskan bahwa ketika suhu penyimpanan direndahkan, maka komponen lemak pada selaput sel pada suhu kritis akan memadat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kontraksi yang akhirnya mengakibatkan keretakan pada selaput sel. Keretakan ini kemudian memicu meningkatnya permeabilitas sel, yang merupakan salah satu ciri utama terjadinya kerusakan dingin.
Disamping itu, perubahan yang terjadi di dalam selaput sel akibat suhu yang terlalu rendah, dapat menyebabkan meningkatnya aktivasi energi pada sistem enzim di dalam selaput yang pada akhirnya memicu terjadinya ketidakseimbangan dengan sistem enzim diluar selaput, serta dapat mengurangi kecepatan reaksi di dalam selaput sel. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan meningkatnya akumulasi zat-zat metabolit seperti piruvat, asetaldehida dan etanol diantara sistem glikolisis dan mitokondria. Kejadian-kejadian ini akan memunculkan gejala-gejala kerusakan dingin yang dapat dilihat, dan gejalanya akan berbeda-beda pada masing-masing buah dan sayuran. Hal ini tergantung kepada tingkat suhu yang digunakan serta lama penyimpanan, kultivar dan tingkat kematangan buah dan sayuran.
Gejala yang paling umum dijumpai adalah dapat berupa bercak-bercak pada permukaan buah dan sayuran, terjadinya perubahan warna pada kulit (misalnya pencoklatan pada kulit buah pisang), terjadinya perubahan cita rasa, serta lebih mudah terinfeksi oleh jamur pasca panen selama fase penyimpanan. Berbagai metoda dapat digunakan untuk mengurangi gejala kerusakan dingin yang timbul akibat penyimpanan buah dan sayuran pada suhu kritis. Metoda-metoda tersebut meliputi perlakuan kimia maupun fisik; seperti penggunaan etanolamina, etoksikuin, sodium benzoat, perlakuan panas, atmosfir termodifikasi, penyimpanan dengan kondisi hipobarik, pemanasan berkala, dsb. Namun demikian metoda ini umumnya diaplikasikan pada skala komersial, sedangkan untuk skala rumah tangga metoda-metoda ini dianggap tidak efisien dan efektif.

Batas suhu terendah yang aman
Saran
Saran untuk menghindari kerusakan pisang akibat penyimpanan dan penanganan pasca panen yang kurang tepat:
1.     Penyimpanan pisang dalam ruangan dengan penambahan ventilasi agar sirkulasi udara terjaga dengan baik. Suhu tinggi mengakibatkan laju respirasi tinggi dan pisang cepat mengalami kematangan dan cenderung cepat membusuk karena produksi gas etilen tinggi.
2.     Cara menjaga agar suhu tetap uniform: (a) Menerapkan cara penumpukan yang baik. (b) Mengatur sirkulasi udara yang cukup. (c) Melengkapi ruang penyimpanan dengan termostat yang reliable agar suhu tetap stabil (pada industri besar). (d) Ada termometer yang mudah dibaca.
3.    Dalam penyimpanan di gudang dan pada saat penjualan, sebaiknya hindari penumpukan karena penumpukan yang berlebih menyebabkan buah pisang cepat busuk dan lembek. Hal ini dikarenakan tekanan yang besar, produksi gas etilen yang tinggi serta suhu tinggi memicu proses kematangan lebih cepat dan membusuk sehingga umur simpannya pendek.
4.     Dalam penyimpanannya sebaiknya diletakkan tempat yang luas agar suhu terjaga dan ruangan tidak pengap sehingga menghindari kerusakan buah menjadi lembek.
5.     Dalam penjualannya sebaiknya buah pisang diletakkan menggantung untuk menghindari penumpukan yang terlalu banyak sehingga banyak buah yang busuk dan lembek.
6.     Penyemprotan gas etylen dan acetylen untuk mempercepat kematangan buah.
7.     Penyemprotan senyawa 2,4 D asan giberelat untuk menunda kematangan buah dan menghambat penyakit pada buah pisang.

Pustaka:
Rismunandar. 1990. Bertanam Pisang. C.V. Sinar Baru. Bandung
Rismunandar. 1990. Membudidayakan Tanaman Buah-buahan. C.V. Sinar Baru. Bandung.
Stover, R.H & N.W. Simmonads. 1993. Banana. Tropical Agriculture Series. Longman Scientific ang Technical. New York.
Hendro Soenarjono. 1998. Teknik Memanen Buah Pisang agar Berkualitas Baik. Trubus no. 341.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar