Pendahuluan
Buah jeruk |
Jeruk merupakan salah satu jenis buah yang sudah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia dan diperdagangkan di pasar
internasional, selain menjadi komoditas perdagangan di dalam negeri. Indonesia
merupakan salah satu produsen jeruk yang mempunyai potensi yang sangat besar
untuk memenuhi permintaan konsumen di dalam dan di luar negeri. Untuk dapat
meningkatkan mutu agar dapat bersaing di pasar dalam negeri atau internasional
diperlukan adanya standar mutu yang dapat diterapkan oleh petani Indonesia dan
dapat diterima oleh pasar internasional. Standar Nasional Indonesia (SNI)
01-3165-1992 jeruk keprok direvisi berdasarkan usulan dari seluruh pemangku
kepentingan sebagai upaya untuk menghasilkan jeruk dengan mutu sesuai dengan
permintaan pasar.
Kecepatan respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu,
kadar oksigen, kadar karbondioksida, ethilen, dan luka mekanis. Kecepatan
respirasi relatif turun pada penyimpanan dengan kadar karbondioksida 5%.
Semakin banyak karbondioksida maka laju respirasi akan dihambat. Oleh karena
itu penting untuk mengatur proporsi karbondioksida pada tempat penyimpanan. Semakin
meningkatnya suhu, maka kecepatan respirasi akan meningkat. Semakin kecil
jumlah oksigen, maka laju respirasi juga semakin kecil. Pada buah
non-klimaterik yang menghasilkan ethilen dalam jumlah sedikit perlu penambahan
ethilen untuk meningkatkan kecepatan pematangan buah. Adanya luka mekanis dapat
memacu respirasi dikarenakan kontak enzim substrat dan oksigen lebih baik
daripada di tempat yang tidak luka.
Karakteristik
Buah Jeruk, SNI, Jamur
yang Ada di Jeruk
Tanaman jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Luas
lahan pertanian jeruk di Indonesia yaitu 72.370 ha dengan total
produksi 2.625.543 ton (FAO, 2006).
Jeruk termasuk buah non-klimaterik sehingga harus dipanen tepat pada
saat buah tersebut matang karena laju respirasi buah non-klimaterik tidak akan
meningkat setelah pemanenan. Jika dipanen setelah matang, maka buah tersebut
akan busuk sebelum sampai ke tangan konsumen.
Buah jeruk segar setelah dipetik masih melangsungkan proses hidup.
Beberapa proses hidup yang penting pada buah jeruk adalah respirasi,
transpirasi, dan proses pematangan buah. Proses (atau sifat) biokimia tersebut
menurunkan mutu kesegaran buah jeruk yang dapat dilihat dari penampakan, susut
bobot, dan penurunan nilai gizinya. Respirasi adalah proses pengambilan oksigen
dari udara dan pelepasan karbondioksida ke udara. Oksigen digunakan untuk
memecah karbohidrat dalam buah dan sayur menjadi karbondioksida dan air. Proses
ini juga menghasilkan energi panas, sehingga buah dan sayur harus segera diberi
perlakuan pendinginan agar tidak cepat layu dan busuk. Jeruk tergolong buah
yang laju respirasinya rendah, yaitu 5 - 10 mg C02/kg.jam
pada kisaran suhu 50C (Santoso dan Purwoko, 1995).
Transpirasi atau penguapan air dapat terjadi karena perbedaan tekanan
uap air di dalam bagian tanaman dengan tekanan uap air di udara. Proses
transpirasi akan menyebabkan susut bobot pada buah dan sayur yang disimpan.
Untuk melindungi transpirasi, buah dan sayur harus disimpan dalam ruangan
dengan kelembaban udara yang tepat.
Jeruk termasuk buah non-klimakterik. Buah non-klimakterik tidak
menunjukkan perlibahan (peningkatan) laju produksi ethilen dan C02 setelah dipanen, artinya buah jeruk
harus dipanen setelah masak di pohon karena tidak mengalami pemeraman. Produksi
ethilen buah jeruk sangat rendah, yaitu kurang dari 0,1 µl/kg jam pada suhu 20oC
(Cantwell, 2001).
Buah jeruk matang memiliki kadar air 77-92%, pada masa kekeringan air
dari buah ditarik ke daun. Kadar gula bagian yang dapat dimakan bervariasi dari
2-15%, biasanya sekitar 12% pada jeruk manis matang. Kadar proteinnya kurang
dari 2% dari bagian yang dapat dimakan. Buah jeruk manis mengandung 1-2% asam
sitrat dan mungkin mengandung asam tartarat, malat dan oksalat dalam jumlah
kecil. Kadar vitamin C-nya sekitar 50 mg per 100 ml jus jeruk. Vitamin A juga
ada dalam jeruk. Ikatan glukosida utama pada sebagian besar buah jeruk adalah
hesperidin, tetapi di dalam g~apepuit dan purnilzeio adalah
naringin. Kulit jeruk banyak berisi pektin (Verheij dar~Coronel, 1992).
Penyakit Pada Buah Jeruk
Ada beberapa penyakit
pada jeruk yang dapat menurunkan bahkan merusak kualitas dari buah jeruk.
Macamnya antara lain:
1. Thrips (Scirtotrips citri)
Proses terjadinya penyakit burik
diawali saat berbunga, bunga yang mekar merupakan stadia yang paling rentan
terhadap serangan hama Thrips (Scirtothrips
citri). Telur Thrips berukuran sangat kecil diletakkan pada jaringan daun
muda, tangkai, kuncup, dan buah. Setelah 6 sampai 8 hari telur menetas berupa
instar pertama berwarna putih transparan kemudian telur sebagian besar berwarna
kuning dan coklat. Bekas serangan akan meninggalkan luka burik di sekeliling
tangkai buah, luka tersebut tidak bisa sembuh sampai buah tua, sehingga kulit
buah berwarna coklat kasar dan tidak bisa hilang. Pengendalian hama Thrips
dapat dilakukan dengan menjaga agar lingkungan tajuk tidak terlalu rimbun;
membersihkan kebun dari gulma dan sisa tanaman yang sudah mati; menggunakan
insektisida dengan bahan aktif Cyhexatin, Dicofol, Alfametrin, dan Alfa
sipermetrin.
2. Tungau karat (Phyloccoptura oleivera Ashmed)
Tungau karat memangsa dengan
memasukkan cheliceral stylet dalam sel tanaman dan menghisap cairan tanaman
pada hampir semua varietas jeruk. Imago berwarna kuning sampai orange, panjang
lebih kurang 0.2 mm. Telur diletakkan pada permukaan daun dan buah. Siklus
hidup berlangsung sampai imago antara 7-10 hari pada musin panas atau 14 hari
pada kondisi dingin. Imago betina hidup kurang dari 20 hari dan selama masa
hidupnya mampu bertelur sebanyak 20 butir.
Tungau karat memangsa terutama pada
buah muda mulai yang ukurannya sebesar kacang dan kerusakannya biasanya tampak
setelah buah berukuran sebesar kelereng. Lapisan epidermis kulit buah ikut
rusak dan seiring dengan membesarnya buah akan tampak gejala bekas tusukan pada
buah, walaupun hama tungaunya sudah tidak ada. Apabila serangannya parah,
selain cabang, daun, dan buah muda, buah yang masak bisa juga terserang.
Serangan awal pada buah menimbulkan gejala warna buah keperakan (pada jenis
lemon dan grapefruit) atau coklat keperakan (pada jeruk jenis lain). Pada fase
selanjutnya buah yang terserang warnanya berubah menjadi coklat, sampai ungu
kehitaman. Serangan P. Oleivora
berpengaruh terhadap diameter, bobot, dan kandungan nutrisi buah serta dapat
mengakibatkan gugur buah lebih dini. Varietas jeruk berpengaruh terhadap
tingkat serangan pada buah.
Di lapangan populasi tungau
dikendalikan secara alami oleh predator Amblyseius
citri. Secara kimia hama tungau dapat dikendalikan dengan akarisida antara
lain yang berbahan aktif propagit, dikofol, heksitiazoks, dan amitraz. Apabila
pengendalian terhadap serangan penyakit menggunakan fungisida yang berbahan
aktif belerang (sulfur) seperti maneb, mankozeb zineb atau bubur california
maka pengendalian terhadap tungau kadang-kadang tidak diperlukan lagi karena
sulfur diketahui dapat mengurangi populasi tungau.
3. Tungau merah (Panonychus
citri Mcgregor)
Telur yang berwarna merah tua dan
berbentuk bulat adalah fase yang mudah untuk membedakan dari tungau jenis lain.
Telur sebagian besar diletakkan di permukaan bagian atas sepanjang tulang daun,
tetapi sebagian lainnya diletakkan pada permukaan daun bagian bawah dan pada
imago betina dari tungau ini berbentuk oval, berwarna merah tua dan mempunyai
bulu-bulu yang panjang dan menarik perhatian. Tungau jantan ukuran tubuhnya
lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki yang relatif panjang dan geraknya
lebih aktif daripada yang betina.
Populasi tungau merah banyak
ditemukan di permukaan daun bagian atas, dan sebagian kecil menyerang buah dan
cabang. Dalam proses memangsa, tungau merah menghisap klorofil dari daun,
sehingga warnanya berubah menjadi bintik-bintik kelabu dan keperakan.
Serangan lebih parah di musim kering
dimana kelembaban dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian dari efek
serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah
dan ranting muda mati. Buah yang masih hijau lebih disenangi daripada yang tua,
tetapi gejala serangan lebih jelas terlihat pada buah yang tua dan bersifat
permanen. Pengendalian yang harus dilakukan sama dengan teknologi pengendalian
tungau karat.
4. Kudis (Spaceloma Fawcetti Jenk)
Pada awalnya penyakit ini banyak
menyerang terutama pada batang bawah JC (Japanese Citron), RL (Rough Lemon),
Sour Orange, Rangpur Lime, dan Carrizo Citrange tetapi akhir-akhir ini
dilaporkan telah menyerang pada spesies komersial terutama jeruk Siam (C. suhuiensis Tan.).
Serangan pada daun muda menyebabkan
titik penetrasi memanjang vertikal yang selanjutnya menyebabkan bercak kudis
(coklat timbul) pada daun. Serangan pada daun, ranting, dan buah menyebabkan kudis/tonjolan
kutil keras yang tidak bisa hilang sampai buah tua. Pada daun, serangan
terutama pada bagian bawah, yang terkumpul seperti kerak. Serangan parah
menyebabkan daun berkerut, pertumbuhan kerdil dan malformasi titik tumbuh.
Pengendalian dan pencegahan
disarankan mulai buah pentil sampai berumur 2 bulan yang merupakan fase kritis
buah; tidak membuat pembibitan di sekitar tanaman produksi; menggunakan
pestisida dengan bahan aktif Captafol, Benomyl, Thiophanate-metyl, dan
Dithianon.
5. Embun tepung (Oidium Tingitanium Carter)
Gejala khas ditunjukkan dengan
adanya tepung putih yang merupakan masa spora. Tunas dan daun muda merupakan
kondisi rentan adanya serangan embun tepung (Oidium tingitanium Carter). Jamur ini termasuk obligat parasit yang
dapat tumbuh hanya pada jaringan tanaman yang masih hidup.
Jamur tumbuh di luar jaringan
tanaman, tetapi memasukkan organ pemakan (Haustorium) ke dalam sel epidermis.
Serangan mengakibatkan rusaknya jaringan epidermis daun dan buah yang tidak
dapat sembuh kembali. Meskipun jamur dapat dikendalikan, tetapi bekas luka pada
jaringan epidermis tetap meninggalkan luka.
Pengendalian dilakukan dengan
membuang tunas dan daun yang memiliki tanda terserang sebelum fase pertunasan
untuk mengurangi sumber patogen, sedangkan fungisida yang disarankan
menggunakan bahan aktif Siprokonazol, Copper Hidroxide, Propineb dan Benomyl.
6. Kanker jeruk (Xanthomonas Axonopodis Pv. Citri)
Buah burik dapat pula disebabkan
oleh adanya serangan bakteri Xanthomonas
axonopodis pv. citri penyebab kanker pada jeruk. Bakteri akan dapat
berkembang cepat pada kondisi suhu lingkungan 20 sampai 300 C, pada
kondisi yang sesuai dengan bantuan sedikit air, patogen akan migrasi melakukan
penetrasi melalui lubang alami atau luka oleh serangga maupun mekanis.
Serangan bakteri akan menyebabkan
jaringan tanaman membuat pertahanan dengan timbulnya kanker yang tumbuh pada
jaringan daun, ranting dan buah. Kanker yang tumbuh tidak dapat sembuh kembali
dan mengakibatkan ranting kering, daun gugur, atau buah yang ditumbuhi banyak
kanker.
Pengendalian yang disarankan adalah
membuang bagian tanaman yang terserang agar tidak menjadi sumber patogen
penular, membersihkan alat pertanian dengan alkohol 70% atau sodium hipoklorit
0.5%; menggunakan bakterisida atau menggunakan pestisida berbahan aktif tembaga
(cooper).
Penyebab buah burik sudah diketahui
masing-masing cara pengendaliannya. Penurunan persentase buah burik dapat
dilakukan dengan beberapa hal yaitu pemahaman pengelola tanaman terhadap
penyebab-penyebab tersebut, pelaksanaan pengendalian harus tepat waktu, tepat
buah, tepat cara, dan tepat dosis.
Di pasar tradisional dalam penanganan
buah jeruk hanya disimpan seadanya, di dalam kantong plastik. Kondisi penanganan belum memperhatikan faktor sifat fisiologis
jeruk seperti laju respirasi, transpirasi, dan kandungan
etilen,
yang dapat menurunkan mutu buah. Selain itu pedagang tidak bisa menyimpan buah-buahan yang
hendak dijual dalam jumlah banyak sehingga tidak dapat menjual buah setiap saat (kontinuitas tidak terjamin).
Pada buah jeruk di pasar swalayan, penanganan dan penyimpanan buah jeruk sudah baik sehingga kondisi buah
tetap baik dalam kurun waktu yang lama (mencapai 14 hari).
Namun, terdapat beberapa buah yang masih mengalami kerusakan (memar) saat
penyimpanan disebabkan karena pengaturan antarbuah yang
bertumpuk, sehingga menyebabkan luka fisik (memar).
Solusi
yang Ditawarkan (Usaha Nyata dan Faktor yang Dapat Dioptimalisasi)
1.
Penyimpanan pada suhu
rendah dan sistem FIFO
Penyimpanan suhu rendah memiliki keuntungan, antara lain: (a) Dapat menurunkan
laju respirasi karena semakin tinggi suhu (dalam batas suhu fisiologis) maka
laju respirasi semakin tinggi, dan sebaliknya. (b) Dapat menurunkan produksi
etilen, hal ini sejalan dengan laju respirasi yang terhambat, maka produksi
etilen juga menurun. (c) Dapat menurunkan pertumbuhan mikrobia, karena
pertumbuhan dan perkembangan mikrobia dapat optimal jika suhu normal/kamar,
sehingga pada kondisi penyimpanan suhu rendah pertumbuhan mikrobia akan
terhambat.
Sistim kerja FIFO |
Sistem FIFO (First In First Out) bertujuan untuk setiap produk
yang masuk pertama kali ke ruang pendingin, dialah yang pertama dikeluarkan
untuk dijual ke pasar, sehingga sirkulasi stok buah-buahan dapat terjaga.
2.
Waxing
Waxing berfungsi sebagai pelindung dari serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis.
Pelapisan ini sebenarnya menambah lapisan lilin alami yang terdapat pada kulit
buah yang sebagian besar hilang selama penanganan. Lapisan lilin bekerja dengan
menutupi pori-pori buah yang dapat menekan laju respirasi dan transpirasi,
sehingga daya simpan buah lebih lama dan nilai jual lebih baik.
Manfaat lain dari waxing adalah dapat meningkatkan kilau dan menutupi
luka/goresan pada permukaan kulit buah, sehingga penampilan lebih menarik.
Lilin yang digunakan berasal dari tanaman, hewan, mineral, ataupun sintetis
seperti beeswax, paraffin wax, carnauba wax
(secara alami didapat dari carnauba palm).
3.
Natural ventilation storage
Natural ventilation storage ialah
penyimpanan dengan pemberian sirkulasi udara secara alami melalui
ventilasi yang ada (celah/jendela), karena sirkulasi udara terjadi secara alami
sehingga tidak dapat mengontrol laju respirasi. Namun, natural ventilation dapat mengurangi
akumulasi panas yang ada pada sistem sehingga mampu menghambat laju respirasi. Natural ventilation dipilih sebagai
solusi karena paling sederhana dan tidak memerlukan biaya yang banyak, sehingga
dapat diaplikasikan pada pedagang-pedagang di pasar tradisional.
Sistim kerja |
4.
Pengaturan jarak penyimpanan antarjeruk
Dalam penyimpanan buah jeruk perlu dilakukan pengaturan antarbuah, hal
ini bertujuan untuk mengurangi memar yang dapat terjadi selama proses
penyimpanan.
Salah satu contoh penyimpanan buah yang baik ialah dengan pembatasan maksimum
penumpukan dan pemberian jarak antar buah.
Pustaka:
Anonim. 1992. Standar
Nasional Indonesia (SNI) 01-3165-1992.
Cantwell, M. 2001. Properties
and Recommended Conditions for Long-Term Storage of Fresh Fruits and Vegetables.
http://postharvest.ucdavis.edu/Produce/Storage/Properties-english.pdf.
Handoko, Dody D., Besman Napitupulu, Hasil
Sembiring. 2010. Penanganan
Pascapanen Buah Jeruk. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.
Santoso, B.B. dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman
Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project, Bogor. 187
hlm.
Verheij, E.W.M. dan R.E. Coroner (Ed). 1992. Plant
Resources of South-East Asia No 2 : Edible Fruits and Nuts. Prosea, Bogor. p.
119-141.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar